Rabu, 3 Juni 2020, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) kembali mengadakan web seminar (webinar) secara daring untuk membahas perkembangan pandemi COVID-19. Pada webinar kali ini, FKM UI menghadirkan pembicara ahli yaitu, Prof. Dr. dr. Adik Wibowo, MPH, Guru Besar Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM UI dan Jerico F. Pardosi, dosen public health di School of Public Health and Social Wor, Queensland University of Technology.
Webinar kali ini dibuka oleh moderator Dr. Zakianis, SKM, M. Kes, Kepala Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat dan menghadirkan Dr. Ir. Asih Setiarini, MSc., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian dan Kemahasiswaan pada sesi opening remarks.
Resolusi global menghadapi COVID-19 pada Agenda WHO WHA Ke-73
Pada 18 hingga 19 Mei 2020, badan kesehatan dunia, WHO mengadakan World Health Assembly (WHA) yang ke-73. Agenda WHA merupakan forum tertinggi dari WHO dalam menentukan kebijakan global. Tentunya, pada WHA kali ini, para negara anggota WHO bertugas untuk mendiskusikan dan mencari solusi kebijakan kesehatan global, menyepakati program kerja WHO, dan memilih Direktur Jenderal dari WHA. Agenda pembahasan dari WHA adalah langkah dan resolusi global yang akan dijalankan setiap negara anggota WHO di dunia.
“Pada dasarnya, resolusi dan rekomendasi ini tidak dikhususkan untuk satu negara saja, namun secara global diperuntukkan bagi 194 negara anggota WHO di seluruh dunia. Perlu dicatat, negara-negara anggota bisa tidak menjalankan resolusi dan rekomendasi dari WHA tanpa ada paksaan, namun WHO dapat memberikan bantuan bagi tiap negara untuk membahas pelaksanaan dari resolusi dan rekomendasi yang ada”, Ujar Prof. Adik. Selain itu, Prof. Adik menambahkan bahwa resolusi yang dimaksud meliputi beberapa unsur dan nilai, yaitu cooperation and collaboration, needs of poorer countries, timely-accurate information, dan equitable access to vaccine.
Lebih lanjut, Prof. Adik menjelaskan mengenai langkah yang menjadi resolusi untuk menghadapi pandemi COVID-19 dari agenda WHA ke-73, yaitu respon menyeluruh dari pemerintah dan masyarakat, pelaksanaan rencana nasional secara komprehensif, penjaminan keberlangsungan sistem kesehatan demi respon efektif terhadap pandemi dan penyakit lain, penyediaan informasi bagi masyarakat secara lengkap dan terpercaya, ketersediaan akses pelayanan testing (pengujian) dan terapi bagi penderita, serta ketersediaan APD dan komoditi lain bagi tenaga kesehatan di garda terdepan, peningkatan kemampuan teknologi digital untuk menghadapi COVID-19, serta penyediaan informasi yang akurat dan lengkap bagi WHO terkait pandemi COVID-19.
‘Wake Up Call’ untuk Kesehatan Reproduksi, Maternal dan Kesehatan Anak
Pandemi COVID-19 ternyata berdampak pada kesehatan reproduksi, maternal dan anak atau yang lebih dikenal dengan istilah RMCH yaitu reproductive, maternal, and child health. Fokus utama pelayanan kesehatan pada saat ini tentu lebih besar untuk menangani pandemi COVID-19. Hal tersebut mengakibatkan penanganan terhadap RMCH perlu mendapatkan perhatian khusus lantaran merupakan hal yang tak kalah penting.
Doktor Jerico menyampaikan beberapa poin yang menjadi checklist dalam mewujudkan RMCH yang lebih baik dan tetap pada kondisi optimal di tengah pandemi COVID-19. Beberapa poin yang menjadi penting diantaranya adalah, minimalisasi disrupsi pada health system, advokasi physical distancing dan penanganan rutin terhadap upaya pelayanan, realokasi staf dan sumber daya, dan yang bisa menjadi contoh ialah metode ‘ringfencing’ yang diterapkan di Australia. Doktor Jerico menggambarkan ringfencing sebagai prosedur penanganan RMCH dengan penentuan tingkatan keamanan sesuai dengan protokol dalam pelaksaan RMCH, yaitu dengan menentukan wilayah atau ring untuk menangani kesehatan pasien RMCH dalam hal ini penanganan terhadap ibu hamil.
“Kesimpulan yang dapat diambil pada tenaga kesehatan masyarakat di tengah pandemi ialah meliputi pelayanan yang maksimal terhadap pasien dimulai dari tingkat primer, tetap menjaga physical distancing, prioritaskan vulnerable groups lewat pemberdayaan ekonomi, pencegahan terhadap infeksi, serta pengembangan protokol dan guidelines yang jelas untuk kedaruratan kesehatan.” ungkap Doktor Jerico. (MFH)