Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Pita Putih Indonesia mempersembahkan SEMOL FKM UI Seri 20 bertajuk “Dampak Perubahan Iklim pada Kesehatan Ibu dan Anak”. Acara ini diadakan secara hybrid di Ruang Promosi Doktor FKM UI serta daring melalui Zoom Meeting dan YouTube FKM UI.
“Perubahan iklim memberikan dampak besar terhadap kesehatan ibu dan anak, maka ahli kesehatan masyarakat harus turut serta dalam mitigasi,” ujar Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd., Ketua Umum Pita Putih Indonesia, dalam sambutannya. Menurutnya, diskusi ini penting untuk menghasilkan dampak berkelanjutan. “Kesehatan ibu dan anak harus diperhatikan secara bersamaan, sehingga keduanya dapat berjalan seiring menuju kehidupan yang sehat dan harmonis. Diskusi kita hari ini diharapkan dapat menghasilkan output yang bermanfaat dan berkelanjutan bagi semua pihak,” tambahnya. Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FKM UI, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., juga hadir memberikan sambutan sekaligus membuka acara secara resmi. Doktor Asih menekankan bahwa, “Sebagai ahli kesehatan masyarakat, penting untuk kita memperkuat mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, terutama dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh ibu dan anak”. Seminar ini dipandu oleh Dr. Budi Hartono, S.Si., M.K.M., sebagai moderator.
“Menelisik isu perubahan iklim, berdasarkan laporan terakhir World Meteorological Organization (WMO) tahun 2023 tercatat anomali suhu global tahun ini sebesar 1,45 derajat Celsius. Hal ini menjadikan tahun 2023 menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah,” ujar Dr. Siswanto, M.Sc., dari Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG. Selain itu, menurut Dr. Siswanto, dampak dari perubahan iklim ini tidak hanya terlihat dari suhu yang meningkat, tetapi juga dapat memengaruhi pola presipitasi, naiknya permukaan laut, dan perubahan pada kriosfer yang berdampak pada ekosistem. Ia juga menyoroti proyeksi iklim masa depan, di mana berbagai indikator iklim menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. “Kenaikan suhu yang ekstrem akan berkontribusi pada peningkatan kejadian penyakit yang terkait dengan cuaca, yang sangat berdampak pada kelompok rentan, termasuk ibu hamil dan anak-anak,” tambahnya.
Astrid Salome, S.K.M., M.K.M., dari Kemenkes RI membahas kebijakan pemerintah dalam mitigasi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak. “Sebagaimana tercantum dalam forum Conference of the Parties (COP) 26 Tahun 2021 dan COP 28 Tahun 2023, pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pengembangan dan penerapan kebijakan yang memaksimalkan manfaat kesehatan dari tindakan mitigasi dan adaptasi,” terang Astrid. Saat ini sudah terdapat 78 kabupaten/kota yang memasukkan fungsi kesehatan lingkungan dalam rencana kontingensi sektor kesehatan, dan targetnya pada tahun 2024 adalah 150 kabupaten/kota di Indonesia. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam menghadapi tantangan kesehatan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Sementara itu, menurut Guru Besar FKM UI, Prof. Dr. Budi Haryanto, S.K.M., M.Kes., M.Sc., adanya perubahan cuaca, baik peningkatan maupun penurunan curah hujan, suhu, dan kelembapan relatif akibat variasi iklim yang bersifat musiman atau jangka panjang, sangat memengaruhi dinamika populasi vektor serta penularan penyakit. “Peningkatan suhu dan kelembapan yang tidak terduga dapat menyebabkan lonjakan kasus penyakit, ini yang merupakan tantangan besar bagi sistem kesehatan kita,” ungkap Prof. Budi. Lebih lanjut, dampak perubahan iklim pada sektor pertanian mengakibatkan terbatasnya akses, ketersediaan, dan konsumsi pangan, yang berisiko meningkatkan stunting pada anak-anak di bawah lima tahun.
Stunting, sebagai kondisi kurang gizi kronis, tentu memengaruhi perkembangan kognitif anak, yang akan berdampak jangka panjang pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Wahyu Septiono, S.K.M., MIH., Ph.D., dosen FKM UI. “Kami menemukan bahwa perubahan iklim berkontribusi pada meningkatnya frekuensi kejadian penyakit, terutama yang berhubungan dengan infeksi dan malnutrisi,” ungkap Dr. Wahyu. Ia juga menyebutkan terdapat keterkaitan yang kuat antara variabilitas iklim dan risiko kesehatan, yang dapat berakibat fatal bagi populasi rentan seperti ibu hamil dan anak-anak.
Lebih Lanjut, Guru Besar FKM UI, Prof. Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc., mengungkapkan isu ketidakmerataan pelayanan kesehatan ibu di Indonesia antara tahun 2019 dan 2022. “Analisis kami menunjukkan adanya disparitas yang signifikan dalam akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu di berbagai provinsi. Beberapa daerah masih mengalami kesulitan dalam menyediakan layanan yang memadai untuk ibu dan anak,” ujar Prof. Sabarinah. “Kesehatan ibu dan anak seharusnya menjadi prioritas, namun kenyataannya, banyak wilayah di Indonesia yang masih jauh dari standar pelayanan kesehatan yang layak,” tegas Prof. Sabarinah.
Ir. Wincky Lestari, Sekretaris Jenderal Pita Putih Indonesia di lain sisi menyampaikan, “Perhatian terhadap isu kesehatan ibu dan anak dalam konteks perubahan iklim masih tergolong rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan lembaga yang mampu menyuarakan kondisi ini dalam pengambilan keputusan publik.” Lembaga Pita Putih merupakan lembaga yang tidak hanya menghimpun aspirasi masyarakat, tetapi juga bertindak sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah. “Kami mengadvokasi reformasi kebijakan kesehatan ibu dan anak serta program berbasis masyarakat untuk memastikan lingkungan melahirkan yang aman selama krisis iklim,” ungkap Ir. Wincky.
Lebih lanjut, dr. Heru Kasidi, M.P.H., dari Pita Putih Indonesia, mengingatkan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat bagi ibu dan anak. Melalui kerja sama yang erat, diharapkan setiap kehamilan dan kelahiran berjalan dengan aman, dan setiap bayi lahir selamat dapat terwujud di seluruh Indonesia.
Seminar Online FKM UI Seri ke-20 yang diselenggarakan bekerja sama dengan Pita Putih Indonesia ini menegaskan bahwa dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak, merupakan isu yang tidak bisa diabaikan. Melalui diskusi mendalam dari para pakar dan praktisi, acara ini menjadi langkah penting dalam meningkatkan kesadaran, advokasi, serta kolaborasi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di sektor kesehatan. (DFD)