Mendukung Emergency Response Plan di Berbagai Sektor Usaha, OHS Expo 15 Gelar Seminar K3 Nasional

Penerapan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi faktor penting terciptanya lingkungan kerja yang aman dan sehat. Budaya K3 harus terus ditanamkan dan diimplementasikan di berbagai sektor. Tidak hanya oleh pemangku kebijakan yang membuat peraturan, namun juga dengan melalui kesadaran masyarakat yang berada di lingkungan tempat kerjanya. Untuk itu, Occupational Health and Safety (OHS) Expo, kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Universitas Indonesia (UI), menjadi ajang untuk turut meningkatkan kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang K3. Saat ini, penyelenggaraannya telah mencapai tahun ke-15.

Sabtu, 19 Oktober 2024, OHS Expo 15 melaksanakan acara puncaknya dengan Seminar K3 Nasional dengan tema “Establishing a Safe and Prepared Workplaces by Integrating Safety Culture Across Different Sectors and Industries”. Menghadirkan para praktisi, akademisi, maupun instansi terkait yang kompeten di bidangnya, Seminar K3 Nasional bertujuan untuk meningkatkan wawasan dalam aspek K3 dengan mengoptimalisasi tercapainya Emergency Response Plan (ERP) di berbagai sektor usaha.

“K3 menjadi salah satu ilmu yang tidak akan pudar masanya. Namun, budaya K3 ini belum tumbuh sepenuhnya di lingkungan kita. Semoga seminar ini menjadi tempat yang mampu meningkatkan pemahaman kita terkait K3, paling tidak bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,” tutur Dr. Hendra, S.K.M., M.K.K.K. selaku Dosen Departemen K3 FKM UI.

Prof. Indri Hapsari Susilowati, S.K.M., M.K.K.K., Ph.D., Manajer Kerja sama, Hubungan Alumni dan Ventura menyampaikan pula harapannya terhadap penerapan budaya K3 di Indonesia. “Untuk mewujudkan budaya tidak hanya dalam kurun satu atau dua tahun saja sehingga harus terus digaungkan. Semoga dengan kegiatan ini menghasilkan langkah konkret untuk bisa menginternalisasikan budaya K3 di lingkungan sekitar,” ujar Prof Indri dalam sambutannya.

Pada pemaparan materi, Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D., Guru Besar FKM UI memberikan pemahaman terkait Manajemen Keadaan Darurat (Emergency Management) di Indonesia. Keadaan darurat adalah suatu situasi yang terjadi secara tiba-tiba serta berpotensi menimbulkan suatu kerugian yang besar. Berbagai kondisi keadaan darurat dapat menimbulkan risiko tinggi yang berdampak kepada jatuhnya korban dan lingkungan sekitar. Terlebih, Indonesia memiliki banyak potensi kegawatdaruratan berupa bencana alam, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, krisis kesehatan, serta keamanan publik. “Serangkaian tindakan perlu dilakukan untuk mempersiapkan, merespon, dan mempersiapkan diri dalam menanggapi bencana keadaan darurat di Indonesia,” tutur Prof. Fatma. Untuk itu, manajemen keadaan darurat perlu dilakukan, yakni dengan mengetahui risiko dan mengelola keadaan darurat tersebut (mitigasi bencana, kesiapsiagaan, dan merespon). Manfaat dari manajemen keadaan darurat antara lain adalah dapat mengurangi risiko kesehatan, mengurangi interupsi bisnis, hingga meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan.

“Mitigasi Bencana Industri dan Manajemen Keselamatan Kerja” menjadi bahasan selanjutnya yang dibawakan oleh Drs. Pangarso Suryotomo, M.M.B., Direktur Direktorat Kesiapsiagaan, BNPB. Dalam pemaparannya, sudah terdapat 1.452 total bencana di tahun 2024 yang terjadi di Indonesia. Sehingga, ia menyampaikan bahwa safety culture hingga kolaborasi pentahelix harus menjadi bagian dari sebuah kesadaran pribadi dan keberlangsungan di dalam organisasi untuk dapat memitigasi bencana industry dan melaksanakan manajemen keselamatan kerja.

R. Amiroel Pribadi Madoeretno, Dipl.S.M., S.K.M., M.M., M.K.M., Ketua Program Studi Fire and Safety Institute Technology Petroleum Balongan, menjadi keynote speaker seminar ini. Membahas “Emergency Response Preparedness“, Amiroel menegaskan, “Jika kejadian kegawatdaruratan terjadi dan tidak bisa ditanggulangi, maka kejadian tersebut masuk ke bencana industri.” Ia pun menambahkan, “Emergency mungkin akan terjadi. Bila terjadi, maka diusahakan agar kerugian yang timbul ialah sekecil mungkin. Dimulai dengan melakukan perencanaan untuk identifikasi tugas dan tanggung jawab sejumlah SDM atau organisasi emergency, sampai dapat mencegah agar tidak menjadi sebuah disaster.”

R. Amiroel pun menyampaikan bahwa Element Emergency Management meliputi prevention sebagai tindakan yang paling awal dilakukan dalam implementasi program K3, preparedness yang berarti kesiapsiagaan yang dilakukan, melakukan response terhadap kejadian, serta pelaksanaan recovery jika menimbulkan korban dan memerlukan penanganan yang cepat. (ITM)