Kelompok Studi Mutu Layanan Kesehatan Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menggelar Seminar Online (SEMOL) Seri 21 bertajuk “Kupas Tuntas Pedoman Survei Budaya Keselamatan Pasien dalam Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan”. Dihadiri oleh lebih dari 400 partisipan, SEMOL ini bertujuan memperdalam pemahaman tentang pedoman survei budaya keselamatan pasien, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan pasien di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada sambutannya, Plh. Dekan FKM UI, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., menyampaikan bahwa budaya keselamatan pasien adalah pilar utama dalam layanan kesehatan berkualitas. “Penting bagi kita semua untuk mengembangkan dan mempertahankan budaya keselamatan di berbagai fasilitas kesehatan guna menjamin pelayanan yang lebih baik dan aman,” ujar Dr. Asih. Sementara itu, Prof. dr. Adang Bachtiar, M.P.H., D.Sc., Ketua Kelompok Studi Mutu Layanan Kesehatan, menekankan manfaat tambahan dari implementasi budaya keselamatan ini, khususnya bagi rumah sakit di Indonesia. “Budaya keselamatan yang kuat tidak hanya meningkatkan kualitas layanan tetapi juga berdampak pada stabilitas keuangan rumah sakit, serta memperkuat reputasi dan kepercayaan masyarakat,” ungkapnya.
Narasumber pertama, dr. Irna Lidiawati, M.A.R.S., memaparkan pentingnya penerapan budaya keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Menurutnya, budaya keselamatan adalah fondasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dan penuh penghargaan, di mana setiap anggota tim dapat bekerja sama menyelesaikan masalah secara efektif. “Budaya keselamatan mencakup sikap saling menghargai, pemberdayaan pasien dan keluarga, serta perlindungan psikologis bagi seluruh tim,” jelas dr. Irna. Lebih jauh, dijelaskan bahwa budaya keselamatan pasien mencakup pola perilaku yang terus berkembang untuk mengurangi cedera pada pasien. Menurut dr. Irna, budaya ini perlu dilihat sebagai sikap dan komitmen bersama, di mana semua pihak terlibat dalam menciptakan suasana aman, baik secara fisik maupun psikologis. Melalui pendekatan tersebut, dr. Irna menambahkan bahwa fasilitas kesehatan perlu mendorong setiap pemberi layanan untuk mengutamakan kerja sama tim dan menjaga keamanan psikologis. “Ini merupakan langkah utama dalam memastikan keselamatan dan kenyamanan bagi pasien dan staf, serta membangun kepercayaan di lingkungan kerja.” Tutupnya.
Sejalan dengan poin tersebut, Dr. dr. Hervita Diatri, Sp. KJ., Subsp. K(K), Koordinator Sub-Komite Nasional Peningkatan Mutu Pelayanan Kementerian Kesehatan, juga menyoroti pentingnya implementasi budaya keselamatan. Ia mencatat bahwa laporan insiden sering kali masih minim dari unit-unit yang berisiko, dan menekankan perlunya perubahan dalam budaya pelaporan untuk memperbaiki keselamatan pasien. “Pemahaman terhadap nilai, perilaku kerja, dan kesetaraan dalam tim menjadi dasar yang kuat untuk membangun motivasi serta menurunkan asumsi negatif dalam lingkungan kerja,” jelas dr. Hervita.
Selain itu, budaya keselamatan juga mencakup perlindungan staf dari kekerasan, termasuk perundungan. “Kita harus menciptakan lingkungan yang aman bagi semua staf, terutama mereka yang berasal dari kelompok minoritas atau yang mengalami trauma akibat peristiwa seperti kematian pasien atau paparan risiko berbahaya,” tambahnya. Dalam hal ini, dukungan dari penyelia dan manajer sangat krusial untuk mempromosikan keterbukaan dalam komunikasi, sehingga mendorong suasana kerja yang aman. “Efektivitas kerja tim dapat dicapai dengan komunikasi yang terbuka dan pergantian shift yang lancar, sehingga memastikan informasi tersampaikan dengan baik di seluruh tingkatan,” pungkas dr. Hervita.
Menurut dr. Hervita, alokasi staf, jam kerja, pemetaan tugas yang jelas, dan penilaian kompetensi merupakan elemen penting yang harus dijaga dengan baik. “Dengan pembagian tugas yang merata dan menghindari overlap, kita dapat memastikan setiap staf bekerja sesuai kapasitas dan kompetensi mereka,” jelasnya. Lebih lanjut, dr. Hervita memperkenalkan kerangka kerja budaya keselamatan yang berlandaskan empat pilar: just, reporting, informed, dan high trust. “Budaya yang adil (just) harus mengutamakan kejujuran dan berorientasi pada pembelajaran berkelanjutan. Insiden dan masalah kualitas harus selalu dilaporkan (reporting),” ujarnya, sambil menekankan bahwa data dan analisis berbasis standar menjadi dasar keputusan (informed), serta kepercayaan tinggi (high trust) dibangun dari keterbukaan dan penghargaan atas kontribusi setiap staf.
“Tidak hanya itu, dukungan dari manajemen adalah kunci untuk menciptakan budaya keselamatan pasien yang efektif,” ujar dr. Arjaty W. Daud, M.A.R.S., FISQua, CERG, QRGP, Ketua Institut Manajemen Risiko Klinis. Menurutnya, ekspetasi dan tindakan dari supervisor dalam mengembangkan budaya keselamatan sangat penting, seperti pembelajaran organisasi, kerja sama tim, serta keterbukaan dan komunikasi yang efektif. Dokter Arjaty juga mengungkapkan bahwa data survei budaya keselamatan pasien sudah mulai diterima setiap tahun, dengan database SOPS Hospital 1.0 yang mencakup antara 320 hingga 1.128 rumah sakit dalam rentang waktu 2007-2021. Survei tersebut melibatkan berbagai responden, termasuk perawat, dokter, dan staf lainnya.
Ia menyarankan agar setiap rencana tindakan disampaikan dengan jelas melalui berbagai metode komunikasi, seperti pertemuan, buletin, e-mail, dan papan pengumuman. “Mengomunikasikan rencana tindakan dan memberikan pembaruan secara berkala akan meningkatkan keterlibatan dan pemahaman semua pihak,” tambah dr. Arjaty. “Safe behaviors harus ada di dalam hati dan pikiran semua orang, di mana pun dan kapan pun,” katanya, menekankan pentingnya membangun budaya keselamatan yang berlandaskan kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap.,
Sebagai institusi yang berkomitmen dalam peningkatan mutu kesehatan masyarakat, FKM UI terus mengambil peran aktif dalam mengedukasi tenaga kesehatan di Indonesia. Melalui SEMOL Seri 21 ini, FKM UI berupaya memperkuat pemahaman akan budaya keselamatan pasien dan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan dalam menerapkan standar keselamatan di fasilitas pelayanan. Dengan demikian, FKM UI tidak hanya menjadi pelopor pendidikan kesehatan masyarakat, tetapi juga mendukung upaya peningkatan mutu layanan kesehatan demi keselamatan dan kesejahteraan pasien. (DFD)