Faisal Peroleh Gelar Doktor di FKM UI, Teliti Peran Deteksi Dini Hepatitis B dalam Pencegahan Penularan pada Anak

Pada Selasa, 7 Januari 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar Sidang Promosi Doktor Epidemiologi Kekhususan Epidemiologi Komunitas. Sidang yang berlangsung di Ruang Promosi Doktor Gedung G FKM UI ini menghadirkan Faisal sebagai promovendus dengan disertasi berjudul “Model Probabilitas Kejadian Hepatitis B dan Telaah Implementasi Program Deteksi Dini Hepatitis B pada Ibu Hamil terhadap Kejadian Hepatitis B pada Anak di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa.”

Disertasi tersebut berfokus pada Program Nasional Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) yang dirancang untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke anak (mother-to-child transmission/MTCT). HBsAg (Hepatitis B surface antigen) adalah protein yang ditemukan pada permukaan virus hepatitis B (HBV). Keberadaan HBsAg dalam darah menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi virus hepatitis B. Penularan hepatitis B dari ibu dengan HBsAg reaktif ke bayi memiliki risiko yang sangat besar, yaitu sekitar 90% kasus dapat berkembang menjadi hepatitis B kronis. “Meskipun imunisasi bayi merupakan langkah pencegahan yang penting, upaya ini belum sepenuhnya berhasil menghilangkan risiko penularan hepatitis B pada anak,” jelas Faisal.

Melalui penelitiannya, Faisal menganalisis berbagai faktor risiko yang memengaruhi kejadian hepatitis B pada anak, mengembangkan model probabilitas untuk memprediksi risiko kejadian tersebut, serta mengevaluasi implementasi program DDHB sebagai langkah pencegahan dan pengendalian penularan hepatitis B dari ibu ke anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan concurrent mixed methods, yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan desain kohort retrospektif dengan melibatkan 166 pasangan ibu-anak, di mana ibu dipastikan terinfeksi hepatitis B (HBsAg-positif) berdasarkan skrining antenatal care (ANC), dan status HBsAg pada anak ditentukan melalui rapid test. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada 23 informan.
Analisis multivariat menggunakan Generalized Linear Model (GLM) binomial link log dilakukan untuk menghitung adjusted risk ratio (aRR) dari berbagai faktor risiko yang berhubungan dengan hepatitis B pada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan kadar HBV-DNA tinggi (>10^6 copies/mL) memiliki risiko yang lebih besar untuk menularkan hepatitis B kepada anaknya. Selain itu, anak yang tidak menerima hepatitis B immunoglobulin (HBIg), tidak mendapatkan vaksin HB0, atau tidak melengkapi vaksinasi HB2 juga memiliki risiko infeksi hepatitis B yang lebih tinggi.

Temuan ini menegaskan pentingnya pelaksanaan Program Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil untuk mengidentifikasi kadar HBV-DNA, yang menjadi dasar pemberian terapi antivirus yang sesuai. Selain itu, pemberian hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan vaksin hepatitis B (HB0, HB1, HB2) pada anak terbukti sangat efektif dalam mengurangi risiko penularan hepatitis B. Oleh karena itu, langkah-langkah tersebut menjadikan DDHB sebagai strategi yang sangat penting dalam mencegah infeksi hepatitis B pada anak. Menurut Faisal, untuk memastikan efektivitas program tersebut, perlu dilakukan optimalisasi DDHB secara komprehensif. Dimulai dari skrining HBsAg pada ibu hamil, pemeriksaan kadar HBV-DNA pada ibu hamil yang reaktif, hingga peningkatan cakupan pemberian HBIg dan vaksinasi hepatitis B pada anak.

Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan program DDHB ke dalam rangkaian pelayanan kesehatan ibu hamil melalui kebijakan Antenatal Care (ANC), yang mencakup pemeriksaan HBsAg sebagai bagian dari skrining wajib di fasilitas kesehatan primer. “Dalam upaya mencapai target eliminasi penularan hepatitis B dari ibu ke anak, monitoring dan evaluasi yang berjenjang dan periodik hingga tingkat puskesmas juga sangat diperlukan. Selain itu, program terapi antivirus bagi ibu hamil perlu dikaji lebih lanjut melalui penelitian skala besar di berbagai provinsi yang telah melaksanakan program ini,” ujar Faisal. Kajian mendalam mengenai manfaat, efektivitas, dan efisiensi terapi tersebut akan memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan angka infeksi hepatitis B pada ibu serta mengurangi risiko penularannya kepada anak.

Berdasarkan hasil disertasinya tersebut, promovendus Faisal berhasil meraih gelar Doktor di bidang Ilmu Epidemiologi dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,86 dan yudisium Sangat Memuaskan. Faisal tercatat sebagai lulusan S3 IKM Tahun 2025 ke-5, lulusan S3 Ilmu Epidemiologi ke-121, dan lulusan S3 FKM UI ke-444.

Penelitian Faisal dibimbing oleh Promotor Prof. drg. Nurhayati A. Prihartono, M.P.H., M.Sc., Sc.D., dan dua Ko-Promotor, yaitu Prof. Dr. dr. Rinoo A. Gani, Sp.PD-KGEH, serta Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes. Sidang promosi doktor ini dipimpin oleh Ketua Penguji, Prof. Dr. dr. Ratna Djuwita Hatma, M.P.H, bersama anggota penguji lainnya: Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc.; Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp.A(K).; dan Dr. Agus Handito, S.K.M., M.Epid. (DFD)