Perluas Wawasan Global, Mahasiswa Gizi FKM UI Ikuti Program Pertukaran ke Timor Leste

Pengalaman internasional menjadi salah satu sarana penting untuk memperluas cakrawala berpikir dan memperkaya perspektif lintas budaya, terutama dalam bidang kesehatan masyarakat. Hal inilah yang mendorong Jauza Nawal Hadi dan Nienda Biellani, mahasiswa Program Studi Sarjana Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), untuk mengikuti International Students Mobility Program yang diselenggarakan oleh Universidade da Paz (UNPAZ), Timor Leste, pada 20 – 27 Maret 2025.
Program ini merupakan bagian dari inisiatif UNPAZ dalam mengembangkan jejaring internasional dan mempertemukan mahasiswa dari berbagai negara untuk belajar bersama tentang dinamika kesehatan masyarakat di negara berkembang. Tahun ini adalah pertama kalinya mahasiswa Indonesia, termasuk dari UI, ambil bagian dalam program tersebut. Selain UI, peserta lainnya berasal dari Nagoya City University (Jepang), MSBB Program (India), FKM Universitas Nusa Cendana (UNDANA), serta mahasiswa tuan rumah dari UNPAZ.

Bagi Jauza, salah satu peserta dari FKM UI, partisipasi ini bukanlah pengalaman pertukaran pertamanya. Sebelumnya, ia telah mengikuti program serupa di Amerika Serikat. Namun, ketertarikannya terhadap isu global dan keberagaman tantangan kesehatan di berbagai negara mendorongnya untuk kembali memperluas pengalamannya. Timor Leste dipilih karena negara ini masih relatif muda dan tengah berupaya membangun sistem kesehatan yang inklusif, terutama di wilayah rural. Jauza juga ingin mendapatkan pengalaman baru dari negara tetangga Indonesia yang kerap luput dari perhatian internasional. “Setelah mengikuti program di Amerika, saya ingin melengkapi pemahaman saya tentang kesehatan masyarakat dengan melihat realitas negara berkembang yang geografis dan budayanya lebih dekat dengan Indonesia. Saya rasa Timor Leste memberikan perspektif unik yang tidak kalah menarik,” ujar Jauza.

Pada hari pertama program, peserta mengikuti sesi pembukaan dan seminar yang dibuka oleh Dekan UNPAZ dan para perwakilan universitas mitra. Dalam sesi ini, peserta mendapatkan pengantar umum mengenai sistem kesehatan nasional Timor Leste, tantangan gizi yang dihadapi, dan peran pendidikan tinggi dalam mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Hari kedua hingga keempat diisi dengan kegiatan lapangan dan observasi langsung ke beberapa fasilitas kesehatan serta desa binaan.

Salah satu kunjungan yang paling berkesan bagi peserta adalah saat mengunjungi Desa Mota Ulun di Liquica, sebuah desa di wilayah pegunungan yang menjadi pilot project pembangunan sanitasi dan pemberdayaan pangan lokal. Di sana, peserta melihat secara langsung proyek pembangunan kamar mandi umum, kegiatan komunitas ibu-ibu yang memanfaatkan bahan pangan lokal untuk menanggulangi stunting, serta upaya peningkatan gizi balita. “Kami disambut sangat hangat oleh masyarakat. Mereka antusias bercerita tentang perubahan yang mereka alami sejak program pemberdayaan dijalankan. Meski akses ke desa tersebut cukup menantang, pengalaman ini membuka mata saya tentang pentingnya intervensi berbasis komunitas,” tutur Nienda.

Selain itu, peserta juga mengunjungi fasilitas kesehatan seperti Manatuto Health Service dan Becora Community Health Center. Di tempat ini, peserta mempelajari bagaimana Timor Leste mendistribusikan makanan terapi, seperti Ready-to-Use Therapeutic Food (RUTF) kepada kelompok rentan, termasuk ibu hamil dan anak balita. Peserta juga mengamati langsung proses pelayanan dasar kesehatan dan mekanisme rujukan pasien di wilayah tersebut. Meski kegiatan ini hanya berlangsung singkat, namun intensitas belajar dan diskusi yang tinggi membuat pengalaman tersebut sangat bermakna. Bagi Jauza dan Niendi, tantangan utama selama mengikuti program bukan berasal dari segi akademik, melainkan kendala bahasa dan geografis. Bahasa Tetum dan Portugis, yang menjadi bahasa resmi Timor Leste, membuat interaksi sedikit terbatas di awal. Namun, hal ini teratasi berkat bantuan mahasiswa lokal yang fasih berbahasa Inggris dan Indonesia.

Dukungan dari FKM UI juga sangat berarti bagi peserta. Jauza dan Niendi menyampaikan bahwa dr. Fathimah Silistyowati Sigit, M.Res., Ph.D., sebagai pembimbing akademik memberikan pendampingan penuh sejak proses seleksi hingga keberangkatan. Mereka juga bersyukur karena mendapatkan bantuan finansial dari fakultas yang membuatnya lebih leluasa dalam mengikuti program.

Diharapkan nantinya akan ada lebih banyak mahasiswa yang tertarik mengikuti program pertukaran seperti ini, tidak hanya ke negara-negara maju, tapi juga ke negara berkembang yang memberikan pelajaran berharga tentang realita pembangunan kesehatan di lapangan. “Banyak orang mengira belajar ke luar negeri harus ke tempat yang serba canggih. Tapi bagi saya, belajar dari keterbatasan dan semangat masyarakat di negara berkembang justru memberikan inspirasi yang lebih kuat. Kita jadi lebih sadar bahwa kemajuan itu tidak melulu soal teknologi, tapi juga tentang pemberdayaan manusia,” tutur Jauza.

Melalui program ini, Jauza dan Niendi tidak hanya membawa pulang pengetahuan baru tentang sistem kesehatan di negara tetangga, tetapi juga memperkuat empati, semangat kolaborasi, dan kemampuan adaptasi lintas budaya. Sebuah bekal yang tak ternilai dalam membentuk dirinya sebagai calon ahli gizi dan profesional kesehatan masyarakat yang siap menjawab tantangan global. (DFD)