FKM UI Gelar Audiensi Strategis dengan DPR dan DPD RI, Dorong Penyusunan Kebijakan Kesehatan yang Berbasis Bukti

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menggelar audiensi strategis bersama Komisi IX DPR RI dan Komite III DPD RI pada 24 April 2025 dalam upaya mendorong penyusunan kebijakan yang berbasis bukti (evidence-based policy). Audiensi yang berlangsung di Gedung DPR dan DPD RI, Jakarta ini merupakan sarana dialog antara mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI dengan para pembuat kebijakan, untuk menyampaikan hasil kajian lapangan dan policy brief yang merangkum kondisi, tantangan, serta rekomendasi strategis terkait kesehatan masyarakat di Indonesia.

Audiensi ini merupakan bagian dari mata kuliah Manajemen dan Kebijakan Kesehatan yang diampu oleh Dr. drg. Masyitoh, M.A.R.S. dan Dr. Yulianti Susilo, M.A. Hasil dari audiensi diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan dan pengawasan kebijakan nasional, khususnya di sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Doktor Masyitoh menyampaikan bahwa ke depannya kerja sama serupa dapat kembali dilakukan apabila terdapat perhatian dari para anggota dewan. Sebab, di kalangan akademisi, kegiatan penelitian dilakukan bersama mahasiswa yang memiliki latar belakang beragam—baik dari bidang medis maupun non-medis—serta berasal dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga penelitiannya dapat lebih komprehensif.

Pimpinan Komisi IX DPR RI menyambut baik kehadiran mahasiswa FKM UI dan menyampaikan bahwa audiensi ini merupakan bentuk kajian faktual terhadap kondisi kesehatan di Indonesia, terutama di beberapa daerah yang menjadi objek studi kasus. Audiensi juga diterima secara resmi oleh Komite III DPD RI. Melalui sambutannya, perwakilan Komite III menyampaikan bahwa kegiatan ini selaras dengan arahan dan disposisi Pimpinan DPD RI. Komite III, sebagai salah satu alat kelengkapan DPD RI, memiliki tugas legislasi dan pengawasan di berbagai sektor, termasuk pendidikan, agama, kebudayaan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, hingga keluarga berencana. Saat ini, Komite III tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Perhatian utama diberikan kepada perlindungan kelompok rentan seperti pekerja informal dan korban kecelakaan lalu lintas.

Melalui audiensi ini, disampaikan tujuh isu krusial kesehatan masyarakat yang dianalisis melalui pendekatan studi kasus di beberapa wilayah. Salah satu sorotan utama adalah optimalisasi layanan kesehatan peduli remaja (PKPR), yang sejak dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada 2003, masih menghadapi tantangan implementasi. Daerah DKI Jakarta, misalnya, hanya sekitar 66,9% SMP dan 77,8% SMA yang memiliki akses layanan ini. Hambatan utama meliputi keterbatasan tenaga kesehatan terlatih, fasilitas pendukung yang belum memadai, serta minimnya anggaran dan kesadaran remaja terhadap layanan tersebut. Untuk itu, mahasiswa merekomendasikan penguatan kapasitas tenaga kesehatan, penyusunan regulasi lintas sektor, penyediaan fasilitas dan alokasi anggaran khusus melalui APBN dan APBD.

Isu lain yang disampaikan adalah urgensi pencegahan kanker serviks melalui gerakan “Bekasi Zero Kanker Serviks”. Kanker ini menimbulkan beban sosial-ekonomi besar, namun partisipasi masyarakat dalam deteksi dini masih rendah. Hambatan seperti promosi dan edukasi terkait kanker belum maksimal, terbatasnya alat kesehatan, belum adanya rencana aksi daerah, dan minimnya alokasi anggaran menjadi kendala utama. Mahasiswa mendorong peningkatan peran kader kesehatan, penguatan koordinasi lintas sektor, peningkatan inovasi layanan, promosi berkelanjutan terhadap tokoh masyarat dan dukungan anggaran.

Optimalisasi mutu pelayanan puskesmas juga menjadi perhatian, terutama dalam konteks ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, seperti di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, di mana satu dokter melayani lebih dari 5.000 peserta JKN. Selain itu, sekitar Rp1,3 miliar potensi dana kapitasi tidak tersalurkan pada 2024. Untuk itu, mahasiswa mengusulkan reformulasi indikator kinerja yang menyesuaikan dengan kondisi lokal, serta perbaikan mekanisme pembayaran kapitasi agar lebih adil dan transparan.

Meningkatnya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang berkontribusi pada obesitas remaja turut menjadi sorotan. Mahasiswa menekankan urgensi pengendalian melalui percepatan pengesahan cukai MBDK, penyederhanaan label informasi gizi, pembatasan iklan pada jam anak, serta pelarangan penjualan MBDK di sekolah dan ruang publik.

Masalah kekerasan seksual terhadap anak turut diangkat, mengingat data UNICEF 2024 mencatat bahwa 20% dari 375 juta kasus dunia terjadi di Asia Timur dan Tenggara. Di Jawa Barat, hambatan dalam penanganan adalah minimnya sosialisasi, stigma, serta ketidaktegasan implementasi hukum. Oleh karena itu, mahasiswa mendorong penerapan pendidikan seksual komprehensif yang dimulai sejak dini, berjenjang, dan berbasis norma agama serta budaya. Pendidikan ini perlu dijadikan kegiatan kurikuler wajib dengan dukungan dana dari APBD.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menyoroti pentingnya kolaborasi antara DPR, kalangan akademisi, dan kementerian/lembaga terkait dalam mengurangi dampak negatif konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di masyarakat. “Audiensi ini menjadi langkah awal untuk mendorong hadirnya regulasi yang lebih jelas dan terfokus. Kami berharap isu MBDK dapat ditangani secara serius oleh seluruh pemangku kepentingan, demi melindungi masyarakat—khususnya generasi muda—dari risiko kesehatan akibat konsumsi yang berlebihan,” ujar Edy.

Cakupan imunisasi toksoid tetanus (TT) bagi calon pengantin juga perlu ditingkatkan, menyusul lonjakan kasus pada 2023, termasuk 8 kasus dan 4 kematian di Jawa Barat. Mahasiswa merekomendasikan penyusunan regulasi daerah, digitalisasi riwayat imunisasi, serta integrasi program dan kampanye imunisasi yang masif dan berkelanjutan. Terakhir, mahasiswa mengangkat urgensi penghentian laju HIV menuju target ending AIDS 2030. Rekomendasi mencakup harmonisasi regulasi tingkat daerah dengan kebijakan nasional, penguatan peran Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di tingkat lokal, perluasan layanan tes HIV dan PDP di puskesmas, serta integrasi pendidikan kesehatan reproduksi yang kompherensif ke dalam kurikulum pendidikan nasional.

Menutup rangkaian audiensi, Komisi IX DPR RI menyampaikan apresiasi atas hasil kajian mahasiswa Pascasarjana FKM UI yang dinilai sebagai masukan berharga dalam pembahasan bersama kementerian dan lembaga terkait. Komite III DPD RI juga menilai policy brief yang disampaikan sangat relevan dalam mendukung tugas konstitusional mereka, khususnya untuk menjembatani kesenjangan antara kebijakan pusat dan kebutuhan daerah. Sebagai institusi pendidikan tinggi, FKM UI berkomitmen untuk terus menghadirkan kontribusi akademik dalam proses perumusan kebijakan publik yang berbasis bukti dan berpihak pada masyarakat. (DFD)