Pengelolaan sampah menjadi isu krusial di berbagai sektor, mulai dari rumah tangga, rumah sakit, hingga sektor industri. Merespons hal tersebut, Environmental Health Student Association (Envihsa) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menggelar EnviTalk 1 2025 yang juga menjadi bagian SEMOL FKM UI Seri 3 dengan tema “Best Practice Pengelolaan Sampah di Berbagai Sektor”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Sabtu, 17 Mei 2025, secara hybrid di Aula Gedung G, FKM UI, dengan menghadirkan para narasumber dari sektor pemerintahan, rumah sakit, dan industri untuk membagikan praktik terbaik dan inovasi dalam pengelolaan sampah.
Dien Anshari, S.Sos., M.Si., Ph.D., Manajer Kemahasiswaan FKM UI menyampaikan rasa bangga dan dukungannya atas terselenggaranya kegiatan EnviTalk. “Kami sangat bangga dapat memfasilitasi kegiatan ini. Tema yang diangkat sangat relevan dan mendukung pembelajaran di luar kelas. Semoga acara ini bisa membawa manfaat bagi masyarakat luas terutama dalam hal penanganan masalah pengelolaan sampah yang menjadi tugas bersama,” tutur Dien Anshari, S.Sos., M.Si., Ph.D.
Sementara itu, Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI, Dr. Zakianis, S.K.M., M.K.M., menambahkan pentingnya sinergi lintas sektor dalam menjawab tantangan pengelolaan lingkungan. “Di tengah semakin kompleksnya isu lingkungan, kita perlu memperkuat sinergi antar ilmu. Kolaborasi menjadi kunci untuk menciptakan pengelolaan sampah yang lebih inovatif dan berkelanjutan,” tutur Dr. Zakianis.
Materi pertama disampaikan oleh dr. Umi Zakiati, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Depok, membahas tema “Pengelolaan Sampah dalam Perspektif Dinas Kesehatan di Wilayah Kota Depok”. Umi menjelaskan bahwa Kota Depok telah mengimplementasikan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sejak 2019, yang mencakup lima pilar sanitasi, termasuk pengelolaan sampah rumah tangga dan limbah cair. Namun, kedua pilar tersebut masih menghadapi tantangan besar. “Permasalahan TPA Cipayung yang overkapasitas menjadi salah satu urgensi dalam pengelolaan sampah. Saat ini, kami telah membentuk satgas lintas dinas dan bekerja sama dengan Dinas PUPR, Bappeda, dan Kementerian PUPR (ISWMP) untuk mendorong edukasi serta menyusun dokumen EHRA (Environmental Health Risk Assessment),” papar dr. Umi.
Lebih lanjut, Noni Chrissuda Anggraini, S.K.M., Sanitarian Rumah Sakit UI (RSUI) menyampaikan materi kedua dengan tentang “Pengelolaan Sampah Domestik dan Medis di Rumah Sakit Universitas Indonesia”. Menurut Noni kompleksitas permasalahan sampah di sektor rumah sakit akan terus ditemukan. Tidak hanya dalam bentuk pengelolaannya, namun juga dalam mengurangi dan bentuk efisiensi biaya di dalam pengelolaannya. RSUI menerapkan pengelolaan sampah berkelanjutan melalui pemilahan, pengomposan, dan edukasi. “Kami telah memiliki TPS daur ulang yang bekerja sama dengan mitra dan menjadi bentuk efisiensi biaya. Sampah organik dikomposkan, dan hasilnya dimanfaatkan untuk penghijauan. Sampah B3 juga dipilah secara spesifik sesuai pedoman KLHK,” jelas Noni. Selain itu, RSUI menjalankan program bank sampah khusus karyawan untuk mendorong partisipasi aktif dan perilaku memilah sampah sejak dari sumbernya.
Selain pada sektor pemerintah dan rumah sakit, pengelolaan sampah di industri juga menghadapi tantangannya. Head of Safety and Fire of PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia, Noviaji Joko Priono, S.K.M., M.K.K.K. menyampaikan materi terakhir “Solid Waste Management in The Industrial Sector”. Pada praktiknya, eksistensi sebuah industri kerap menjadi isu hangat yang akan dibawa oleh para ormas yang menitikberatkan pada permasalahan limbah yang dihasilkan. Untuk itu, keberadaan operasional pengelolaan limbah di sektor industri menjadi aspek penting yang perlu dimiliki setiap industri. Ia memaparkan bahwa pengelolaan limbah industri memerlukan pendekatan menyeluruh, mulai dari kebijakan, fasilitas, hingga pelibatan pihak internal dan eksternal. “Perusahaan kami telah menerapkan ISO 14001 terkait manajemen lingkungan, melakukan pemetaan kebutuhan tempat sampah, penjadwalan pengangkutan, serta pelatihan dan kampanye,” tutur Noviaji.
Lebih lanjut, disampaikan bahwa setiap industri wajib melakukan Rintek Limbah B3 dalam melakukan pengelolaan limbah. “Bagi perusahaan atau industri yang sudah beroperasi lama, biasanya sudah memiliki teknologi waste reduction tersendiri. Adapun bagi industri baru biasanya dilakukan avoid agar limbah tidak dihasilkan, seperti mengupayakan produk yang dihasilkan tidak cacat dan over production,” tambahnya.
EnviTalk 2025 diharapkan menjadi titik awal bagi sinergi lintas sektor dalam pengelolaan sampah yang lebih baik. Hal ini ditegaskan oleh Nasywan Grananda, President of Envihsa 2025. “Sampah telah menjadi isu utama di Indonesia yang memerlukan perhatian serius. Saya berharap EnviTalk dapat menjadi pemicu semangat bersama, khususnya bagi mahasiswa, untuk turut aktif dalam pengelolaan sampah di sektor masing-masing,” pungkasnya. (ITM)