Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali mencetak doktor baru dari Program Studi S3 Epidemiologi Peminatan Epidemiologi Klinik. Pada sidang terbuka promosi doktor yang digelar Senin, 23 Juni 2025, Wahyuningsih Djaali berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Prediksi Penurunan Nyeri pada Pasien Nyeri Muskuloskeletal yang Mendapatkan Terapi Akupunktur”.
Sidang terbuka dipimpin oleh Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D.Sc., dengan promotor Prof. dr. Asri C. Adisasmita, M.P.H., M.Phil., Ph.D. serta dua ko-promotor yaitu Dr. dr. Helda, M.Kes., dan Dr. dr. Hasan Mihardja, M.Kes, Sp.Ak(K). Bertindak sebagai tim penguji adalah Prof. Dr. dr. Ratna Djuwita Hatma, M.P.H.; Prof. Dr. drg. Ella N. Hadi, M.Kes.; Dr. dr. Rudy Hidayat, Sp.PD-KR, FINASIM; Dr. dr. Aida Rosita Tantri, Sp.An-KAR; dan Dr. dr. Gea Pandhita S., M.Kes., Sp.N.
Wahyuningsih menjelaskan bahwa nyeri muskuloskeletal adalah salah satu keluhan yang paling sering ditemui di layanan akupunktur, termasuk di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). “Namun hingga saat ini, belum tersedia instrumen yang dapat memprediksi keberhasilan terapi akupunktur bagi pasien dengan nyeri muskuloskeletal berdasarkan karakteristik demografi, kondisi klinis, dan rincian terapi yang diterima,” ungkap Wahyuningsih. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model prediktif yang bisa digunakan oleh klinisi dalam menentukan prognosis dan strategi penanganan nyeri muskuloskeletal melalui terapi akupunktur.
Penelitian disusun dengan pendekatan Embedded Design Mixed Method—menggabungkan data kuantitatif dari rekam medik pasien di Poliklinik Akupunktur RSCM selama periode 2021–2024 dan data kualitatif dari wawancara mendalam kepada tujuh informan. Faktor-faktor yang dianalisis mencakup usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, riwayat merokok, obesitas, hingga rincian terapi seperti jumlah sesi dan titik akupunktur yang digunakan.
Hasil penelitian Wahyuningsih menunjukkan bahwa keberhasilan penurunan nyeri (minimal 50% dari skala awal) tercapai pada 76,85% pasien. Proporsi ini meningkat seiring dengan jumlah sesi terapi, mencapai hingga 91,76% pada pasien yang menjalani lebih dari enam sesi akupunktur. Penelitian ini juga mengidentifikasi sejumlah faktor signifikan yang berpengaruh terhadap keberhasilan terapi, seperti usia, aktivitas fisik, lokasi nyeri, dan penggunaan analgetik sebelumnya. Model skoring yang dikembangkan dari temuan ini terbukti efektif sebagai alat bantu klinis untuk memperkirakan keberhasilan terapi akupunktur.
Disertasi Wahyuningsih membuka peluang besar bagi penerapan terapi akupunktur sebagai modalitas non-farmakologis yang efektif dan terukur. Wahyuningsih menekankan bahwa hasil penelitiannya dapat dijadikan dasar untuk mendukung kebijakan pembiayaan terapi akupunktur dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan.
“Selain memberikan manfaat langsung bagi pasien, hasil ini juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga gaya hidup sehat seperti berhenti merokok, menjaga berat badan, dan tetap aktif secara fisik untuk mendukung efektivitas terapi nyeri,” tutur Wahyuningsih.
Pencapaian Wahyuningsih Djaali ini juga memperkuat kontribusi FKM UI dalam mengembangkan ilmu epidemiologi klinik yang berbasis bukti dan berdampak langsung bagi praktik pelayanan kesehatan di Indonesia.
Wahyuningsih dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dan merupakan lulusan S3 Epidemilogi tahun 2025 di FKM UI yang ke-11, lulusan S3 Epidemiologi di FKM UI yang ke-126 dan lulusan S3 di FKM UI yang ke-459. (promovendus/wrk)