Perkuat Kolaborasi Akademik, FKM UI Hadirkan Profesor IMU Malaysia Bahas “Closing the Nutrient Gap”

Depok, 11 November 2025 – Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperluas jejaring akademik internasional melalui penyelenggaraan kuliah umum dengan tema “Closing the Nutrient Gap: How Animal-Sourced Foods Prevent Stunting?”. Guest lecture yang dilaksanakan secara hybrid dan diikuti oleh para mahasiswa dari program studi gizi ini menghadirkan Prof. Geeta Appannah, Professor in Nutrition & Dietetics for International Medical University (IMU) Malaysia, sebagai pembicara.

Kuliah umum ini berfokus pada permasalahan stunting pada anak di Indonesia dan Malaysia. Dalam paparannya, Prof. Geeta menyoroti peran penting produk makanan hewani dalam upaya mengatasi stunting. Ia menjelaskan bahwa stunting merupakan salah satu bentuk kekurangan gizi kronis yang menyebabkan anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. “Stunting adalah defisit pertumbuhan linier, artinya anak tidak tumbuh sesuai usianya karena kekurangan gizi dalam jangka panjang,” ujar Prof. Geeta. Kondisi ini sering disertai masalah gizi lain seperti wasting (berat badan rendah untuk tinggi badan), underweight (berat badan rendah untuk usia), dan defisiensi mikronutrien.

Secara global, stunting masih menjadi isu kesehatan utama di negara berkembang, terutama di kawasan Afrika dan Asia Tenggara. Prof. Geeta juga menyoroti kompleksitas masalah gizi di tingkat rumah tangga. “Dalam satu keluarga, bisa saja satu anak mengalami stunting, anak lain obesitas, dan yang lain kekurangan mikronutrien. Inilah yang disebut beban gizi ganda atau bahkan tiga kali lipat,” ujar Prof. Geeta. Ia menambahkan bahwa fenomena ini banyak ditemukan di negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia dan Malaysia. Indonesia sendiri telah menunjukkan kemajuan dengan penurunan prevalensi stunting dari 27 persen pada 2019 menjadi 19,8 persen pada 2024. “Kemajuan ini luar biasa, tetapi kita tidak boleh puas karena satu dari lima anak Indonesia masih mengalami stunting,” tambahnya.

Berdasarkan kerangka konseptual UNICEF, salah satu penyebab langsung stunting adalah asupan makanan yang tidak mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. “Anak-anak di keluarga berpendapatan rendah sering makan, tapi makanannya tidak cukup bergizi dan tidak beragam. Makanan hewani seperti susu, daging, telur, dan keju menyediakan protein esensial dan mikronutrien penting bagi anak kecil. Konsumsi makanan ini secara rutin terbukti menurunkan risiko stunting,” terang Prof. Geeta.

Lebih lanjut, Prof. Geeta menekankan perlunya evaluasi kritis terhadap metode pengukuran dan interpretasi data stunting, terutama di daerah pedesaan yang memiliki keterbatasan dalam pengumpulan data. “Masalah utama bukan karena orang tidak tahu, tapi karena mereka tidak mampu membeli. Produk hewani mahal, sulit diakses di daerah pedesaan, dan kesadaran masyarakat masih rendah,” tambahnya.

Dalam sesi diskusi, Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Departemen Gizi FKM UI, menambahkan perspektif terkait budaya dan persepsi masyarakat Indonesia terhadap konsumsi makanan hewani. “Ada dua tantangan besar: budaya tradisional yang melarang daging bagi ibu hamil dan anak, serta tren modern seperti vegetarian dan kepercayaan bahwa intoleransi laktosa dialami semua orang, padahal hanya sebagian kecil populasi yang benar-benar mengalaminya,” ujar Prof. Syafiq. Ia juga menyoroti rendahnya konsumsi susu di Indonesia. “Konsumsi susu di Indonesia termasuk yang terendah di Asia, padahal susu memiliki bioavailabilitas tinggi dan sangat penting untuk tumbuh kembang anak,” tambahnya.

Sebagai penutup, Prof. Geeta menekankan bahwa upaya menanggulangi stunting harus dilakukan secara multisektoral. “Kita tidak bisa menyerahkan masalah ini hanya pada sektor kesehatan. Diperlukan kerja sama antara sektor pendidikan, pertanian, dan perdagangan agar semua anak mendapat akses pada pangan bergizi dan terjangkau,” tegas Prof. Geeta.

Melalui kuliah umum ini, FKM UI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat kerja sama internasional dalam bidang gizi dan kesehatan masyarakat. Pertukaran ilmu dan pengalaman dengan para ahli dari berbagai negara diharapkan dapat memperkaya perspektif akademik dan mendorong solusi inovatif terhadap masalah gizi, termasuk stunting, di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. (EAR)