Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), Universitas YARSI dan Institut Gizi Indonesia (IGI) bekerjasama menyelenggarakan seminar internasional dengan mengangkat tema “Penurunan Stunting: Tantangan dan Kisah Sukses dari berbagai Negara” pada Rabu, 18 November 2020. Seminar yang dilaksanakan secara daring ini menghadirkan pembicara kunci Prof. Dr. Muhadjir Effendy, S.Pd, MAP, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI.
Seminar ini dihadiri pula oleh Prof. Ari Kuncoro, S.E, M.A, Ph.D (Rektor UI); Prof. Dr. Endang L. Achadi, MPH, Dr.PH (Ketua PDGMI dan Guru Besar FKM UI); dan Prof. Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc (Pj. Dekan FKM UI) yang memberikan sambutan pembukaan pada kegiatan ini. Serta para narasumber, yaitu Dr. (HC)dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K), (Kepala BKKBN); dr. Kirana Pritasari, MQIH (Dirjen Kesmas Kementerian Kesehatan RI); Prof. (Em) Soekirman, M.Sc, Ph.D (Ketua KFI dan Dewan Pembina IGI); Prof. dr. Purnawan Junadi, MH, Ph.D (Setwapres); Prof. Zulfiqar A. Bhutta, Ph.D (The Hospital for Sick Children, Toronto, Canada); Kristen M. Hurley, MPH, Ph.D (The Johns Hopkins University, Baltimore, USA); dan dipandu oleh moderator yaitu Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK.
Stunting pada balita, utamanya pada 1000 HPK dan anemia pada wanita usia subur merupakan masalah gizi yang paling mendapat perhatian secara global, bukan hanya karena prevalensi yang tinggi tetapi juga karena dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia, yaitu fungsi kognitif dan risiko penyakit tidak menular. Dampak stunting yang terjadi pada periode 1000 HPK ini tidak hanya berpengaruh terhadap satu generasi tetapi mempengaruhi tiga generasi sekaligus. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan Prof. Muhadjir bahwa penanganan stunting sangat menentukan masa depan bangsa dan harus tetap diperhatikan selama masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. “Stunting terabaikan, risikonya sangat besar untuk jangka panjang. Apa yang kita lakukan, panennya pada 20 tahun yang akan datang, ketika mereka masuk di zona lingkaran merah yaitu usia produktif,” ujar Prof. Muhadjir. Bapak Menko PMK RI ini juga menambahkan bahwa penurunan stunting merupakan komitmen bersama yang sesuai dengan arahan Presiden diharapkan dapat diturunkan sebanyak 14% pada tahun 2024.
Pada kesempatan ini, Prof. Muhadjir juga menyampaikan keterlibatan BKKBN dalam penangan stunting di Indonesia. Hal ini dikarenakan stunting bukan hanya urusan kesehatan, melainkan juga urusan pembangunan keluarga. Menjelaskan tentang pertanyaan tersebut, hadir Kepala BKKBN, Dr. (HC)dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K) yang memaparkan tentang Konvergensi Upaya Penurunan Stunting di Indonesia. “Konvergensi yang kami usung adalah prinsip berkesinambungan, memanfaatkan jejaring, serta berpijak pada kaidah kolektivitas untuk memperoleh mutual understanding, dukungan dan kerjasama yang melibatkan kepala daerah dan jajarannya yang bisa kita andalkan,” ujar Dr. Hasto.
Selain pemaparan dari pembicara kunci dan Kepala BKKBN, dr. Kirana Pritasari, MQIH (Dirjen Kesmas RI) juga memberikan materi terkait Akselerasi Pencegahan Stunting. Pada materinya, dr. Kirana menyampaikan Agenda Pembangunan Nasional (RPJMN 2020-2024) untuk memperbaiki pelayanan kesehatan menuju universal health coverage. Selanjutnya, Prof. Zulfiqar A. Bhutta, Ph.D (The Hospital for Sick Children, Toronto, Canada) yang dikenal dengan analisis 11 intervensi paling cost-effective dalam menurunkan stunting dalam majalah The Lancet menyampaikan materi terkait “Exemplars in Stunting Reduction”. Sementara narasumber internasional lain yakni Kristen M. Hurley, MPH, Ph.D (the Johns Hopkins University, Baltimore, USA) yang banyak bekerja dalam bidang mikronutrien menyampaikan materi terkait “The Role of Multiple Micronutrient Supplements (MMS) in Reducing Anemia during Pregnancy”. Materi ini sesuai untuk diangkat dalam kesempatan ini dengan kondisi di Indonesia dimana anemia pada ibu hamil meningkat dari 37.1% menjadi 48.9%, sementara anemia pada ibu hamil merupakan faktor penting terhadap terjadinya BBLR, stunting dan anemia pada anak-anak.
Dua pembicara terakhir yaitu Prof. (Em) Soekirman, M.Sc, Ph.D (Ketua KFI dan Dewan Pembina IGI); Prof. dr. Purnawan Junadi, MH, Ph.D (Setwapres) masing-masing menyampaikan tentang “Peran Fortifikasi Pangan terhadap Penurunan Stunting” dan “Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Penurunan Stunting Membutuhkan Komitmen Semua Pihak Terkait”. Pada penjelasan materinya, Prof. (Em) Soekirman menyampaikan kaitan stunting dengan poverty atau kemiskinan. Bahwa pembahasan stunting tidak bisa dipisahkan dari apa yang dimakan oleh orang miskin. Mayoritas dari mereka tidak dapat memenuhi asupan gizi seimbang pada makanannya, sebagian besar asupan yang mereka konsumsi terdiri dari karbohidrat. “Oleh Karena itu, dibuatlah makanan fortifikasi untuk mengisi kekurangan nutrisi makanan pada orang miskin,” tambah Prof. (Em) Sukirman. Sementara itu, Pof. Purnawan dalam materinya menyampaikan “Output dan dampak program penurunan stunting tergantung pada bagaimana kita memanusiakan SDM di tingkat lapangan seperti tenaga puskesmas, kader posyandu, KPM, kader dasawisma, dan lain-lain, sehingga mereka mencintai hal yang mereka lakukan.”
Berbagai metode dan cara penanganan stunting yang disampaikan pada kesempatan ini merupakan tantangan untuk Indonesia terutama bahwa pada saat ini masyarakat tengah dihadapkan dengan kondisi akibat adanya pandemi Covid-19.
Namun, dengan dilaksanakannya seminar ini, diharapkan dapat semakin membuka wawasan masyarakat akan bahaya stunting. Selain itu, diharapakan pula seminar ini dapat memperkokoh kesadaran semua pemangku kepentingan untuk dapat melihat best practice dari negara lain tentang strategi dan program yang tepat bagi penangan stunting dan dengan didukung komitmen semua pihak, maka Indonesia akan dapat menurunkan prevalensi stunting dengan bermakna. (wrk)