Anemia Prevention: Solution for a Better Nation dalam The 9th International Seminar on Nutrition (ISON) Nutrition Expo AKG FKM UI

The 9th International Seminar on Nutrition (ISON) dan Closing Ceremony yang bertemakan Anemia Prevention: Solution for a Better Nation, sukses dilaksanakan sebagai acara puncak dari rangkaian Nutrition Expo 2024 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Keluarga Gizi (AKG) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI). Terbuka bagi berbagai kalangan, termasuk siswa SMA, mahasiswa FKM UI, dan masyarakat umum, acara tersebut merupakan bagian dari upaya yang berkesinambungan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pencegahan anemia di Indonesia. Sepanjang rangkaian kegiatan, berbagai kompetisi ilmiah seperti lomba poster, video, simposium, hingga seminar internasional menjadi bagian penting dalam acara. Sebagai acara penutup, seminar internasional yang dimoderatori oleh Temy Ramadan, S.Gz., seorang Spesialis Kesehatan Masyarakat ini mengundang para pakar di bidang gizi dan kesehatan masyarakat untuk membahas strategi dalam penanggulangan anemia yang efektif.

“Acara hari ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan kami, dengan banyak narasumber ahli yang akan membahas topik-topik penting, khususnya penurunan angka anemia,” ungkap Wahyu Kurnia Yusrin Putra, S.K.M., M.K.M., selaku Sekretaris Program Studi Sarjana Gizi FKM UI, dalam sambutannya. Wahyu Kurnia juga menyampaikan apresiasi kepada para narasumber, peserta, sponsor, dan panitia yang telah mendukung acara ini. “Saya berharap seluruh peserta dapat menikmati dan memetik manfaat dari kegiatan ini,” tambahnya.

Sementara itu, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FKM UI, mengungkapkan rasa syukur atas terlaksananya seminar ini. “Terima kasih kepada narasumber atas pandangan berharga yang telah diberikan dalam diskusi kita terkait isu anemia, serta kepada panitia atas kerja kerasnya,” tutur Dr. Asih. Doktor Asih juga mengapresiasi komitmen para peserta terhadap isu gizi, dan menyatakan harapan bahwa seminar ini dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik mengenai solusi permasalahan kesehatan masyarakat. “Semoga seminar ini memberikan wawasan yang bermakna untuk meningkatkan kualitas kesehatan pada ibu hamil dan remaja perempuan,” tutur Dr. Asih.

Prof. dr. Loh Su Peng, Professor in the Department of Nutrition Faculty of Medicine and Health Sciences, Universiti Putra Malaysia memaparkan tema “Diving Through The Implementation of Policies Regarding Anemia in Developed Countries“. Pada sejarahnya, Chlorosis atau penyakit darah hijau telah memengaruhi wanita muda pada abad ke-15 dan 16. Kondisi ini terkait dengan kekurangan darah dan lemah, serta banyak dialami oleh remaja perempuan. Prof. Loh Su Peng menekankan bahwa kekurangan zat besi dan anemia juga umum terjadi di negara-negara maju pada abad ke-18 dan 19. Saat itu, garam besi direkomendasikan sebagai pengobatan untuk chlorosis. “Kemajuan ilmiah, ditambah dengan peningkatan lingkungan dan pola makan wanita pada awal abad ke-20, kemungkinan besar berkontribusi pada hilangnya chlorosis di negara maju pada pertengahan abad ke-20,” ungkapnya. Prof. Loh Su Peng menekankan bahwa penurunan angka anemia bukan hasil dari satu pendekatan tunggal, melainkan akibat berbagai faktor, termasuk perkembangan ekonomi dan penerapan kebijakan spesifik seperti suplemen zat besi rutin bagi ibu hamil. Selain itu, pemberantasan penyakit cacingan dan peningkatan kesehatan wanita juga dapat mendorong penurunan kasus anemia. “Di samping itu, pentingnya strategi kesehatan masyarakat yang mencakup keragaman pangan, fortifikasi makanan dengan zat besi, distribusi suplemen zat besi, dan pengendalian infeksi untuk mencegah dan mengendalikan anemia,” tutup Prof. Loh.

Menurut Prof. dr. Endang L. Achadi, M.P.H., Dr.PH., Guru Besar FKM UI, anemia pada ibu dapat membawa dampak buruk, seperti risiko perdarahan postpartum yang meningkatkan angka kematian ibu, serta bayi dengan berat lahir rendah, kecil untuk usia kehamilan, dan prematuritas yang meningkatkan angka kematian bayi. Data global juga menunjukkan bahwa kekurangan mikronutrien telah dialami oleh lebih dari 5 miliar orang di dunia, termasuk kekurangan yodium, vitamin E, kalsium, dan zat besi. Kekurangan ini lebih umum pada wanita dibandingkan pria, terutama untuk magnesium, vitamin B6, seng, vitamin C, vitamin A, dan tiamin. Prof. Endang juga memaparkan pembentukan MMS Task Force di Indonesia yang bertujuan untuk memimpin adopsi kebijakan, mengawasi kegiatan penelitian implementasi, dan mengembangkan roadmap pengenalan program MMS. “Pada tahun 2020, WHO mengeluarkan rekomendasi kontekstual yang memungkinkan negara-negara untuk mengeksplorasi penggunaan MMS selama kehamilan dalam konteks penelitian yang ketat, termasuk uji klinis,” jelasnya.

Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, Pengajar Kedokteran Kerja, Departemen Kedokteran Komunitas FKUI dan Health Collaborative Center, melalui materinya yang berjudul “Building Strong Foundations: Indonesia’s Premarital Preparation“, menekankan bahwa seribu hari pertama kehidupan merupakan jendela peluang yang menentukan masa depan seseorang. “Zat besi merupakan pondasi dari napas pertama kehidupan, berperan penting dalam fungsi seluler, transportasi oksigen, dan kesehatan secara keseluruhan,” jelasnya. Anemia masih menjadi masalah serius dalam konteks global dan Indonesia. Berdasarkan data WHO 2019, prevalensi anemia pada wanita usia 15-49 tahun mencapai 29,9%, sementara pada anak-anak usia 6-59 bulan sebesar 39,8%. “Faktor-faktor yang memengaruhi program pengendalian anemia meliputi faktor komunitas (kemauan politik dan sumber daya keuangan) dan faktor individu (pengetahuan dan toleransi rendah terhadap program),” ujar Dr. Ray. “Kerja sama lintas sektor diperlukan untuk mendorong perubahan yang dibutuhkan demi menciptakan generasi yang lebih sehat di masa depan,” sambungnya.

“Peningkatan asupan zat besi dalam pola makan menghadapi berbagai tantangan, termasuk adanya keterbatasan akses terhadap sumber makanan kaya zat besi dan protein, rendahnya kesadaran terhadap makanan padat nutrisi, serta budaya yang cenderung merasa puas hanya dengan mengonsumsi nasi,” kata Dr. Ratna Chrismiari Purwestri, M.Sc., Dr.sc.agr (Czech University of Life Sciences). “Oleh karena itu, pendekatan holistik diperlukan dalam penanganan dan pencegahan anemia, didukung dengan edukasi gizi intensif berbasis komunitas yang berangkat dari pendekatan partisipatif,” sambungnya.

Seminar ini menjadi bukti nyata akan pentingnya kolaborasi multidisiplin dalam mencegah anemia, khususnya melalui implementasi kebijakan kesehatan yang berbasis bukti, edukasi gizi, dan intervensi berkelanjutan di masyarakat. Sebagai acara puncak dari rangkaian Nutrition Expo 2024, seminar ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, tidak hanya dalam peningkatan kesadaran, tetapi juga dalam pengembangan kebijakan dan strategi nasional untuk pencegahan anemia demi menciptakan bangsa yang lebih sehat dan berdaya saing tinggi.

Seminar ini terlaksana dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Frisian Flag, WRP, Indofood, dan lain sebagainya. (DFD)