Jumat, 1 Maret 2024, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) bekerjasama dengan SUN Academia & OP Network Indonesia menggelar Seminar Online FKM UI Seri 4. Seminar online yang diikut oleh lebih dari 100 orang peserta ini menghadirkan dua pembicara ahli dalam bidang gizi.
“Melalui hubungan kerja sama ini, FKM UI dengan SUN Academia & OP Network Indonesia akan selalu mendiseminasikan penelitian maupun pengabdian masyarakat yang telah dilakukan, terutama terkait gizi kepada masyarakat,” tutur Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FKM UI sekaligus Koordinator SUN Academia & OP dalam sambutannya. “Bicara gizi berarti tidak terlepas dengan pembahasan pangan. Nyatanya, perubahan cuaca yang kita rasakan ini memberikan dampak terhadap pangan yang dapat dikonsumsi. Hal ini menjadi tantangan yang cukup berat. Untuk itu, kita tidak bisa menggantungkan gizi hanya pada satu jenis makanan. Mulailah menciptakan pelangi di piringmu, maka apa yang kita konsumsi saat ini haruslah beragam jenisnya,” tambah Dr. Asih.
Makanan merupakan bagian penting dalam kehidupan, namun mempunyai dampak signifikan terhadap lingkungan terutama menyangkut pada perubahan iklim. Food waste (sampah makanan) yang tidak diolah dengan baik dapat menjadi salah satu indikator penyebab perubahan iklim yang berdampak pada ketersediaan pangan itu sendiri. Hal ini disampaikan oleh Dr. Avliya Quratul Marjan, S.Gz., M.Si., Dosen Ilmu Gizi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, dalam topik “Food Security, Food Waste, and Climate Change”.
“Perubahan iklim memiliki dampak signifikan terhadap ketahanan pangan dan mengancam keamanan pangan di masa depan. Adanya pergeseran hujan atau kemarau seperti saat ini, mengakibatkan perubahan iklim yang dapat mengganggu produksi pertanian, meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan kekeringan, serta menghambat akses masyarakat terhadap pangan yang aman dan bergizi,” tutur Dr. Avliya. “Penurunan produksi pertanian akibat perubahan iklim juga menurunkan tingkat ketahanan pangan yang merupakan faktor penting dalam keberlangsungan sebuah bangsa atau negara. Sehingga, menggiatkan pangan lokal sebagai strategi ketahanan pangan regional menjadi langkah penting karena daya tahannya yang baik dan potensinya untuk beradaptasi pada perubahan iklim,” lanjutnya.
Penggiatan pangan lokal menjadi solusi dalam mempertahankan kebutuhan dan ketahanan pangan di area regional. Hal-hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan praktik pertanian berkelanjutan, penggunaan lahan yang berkelanjutan, sistem pangan dan perubahan pola makan, serta adanya pendidikan dan kesadaran masyarakat.
Doktor Ir. Yayuk Farida Baliwati, M.S., Dosen Ilmu Gizi, IPB University menyampaikan materinya dengan tajuk “Diversifikasi Konsumsi Pangan (Penduduk)”. Berdasarkan Undang-Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 60 (1), menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pemda) berkewajiban mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif. Penganekaragaman konsumsi pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membudayakan pada konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan lokal yang tertera pada Pasal 60 (2). Kedua regulasi ini telah mantap dilakukan oleh Indonesia selama 11 tahun dari 2011 hingga 2024 awal.
“Konsumsi pangan yang beraneka ragam merupakan bagian dari food system yang terdiri dari food supply chains dan food environments yang tentunya memiliki banyak pengendali, termasuk Political, Programs, and Institutional Actions yang akan berdampak pada diversifikasi konsumsi pangan serta berdampak pada kondisi status gizi, kesehatan gizi penduduk, dan pada lingkungan yang meliputi sosial-ekonomi maupun lingkungan fisik. Hal inilah yang menjadi kerangka dalam diversifikasi pangan,” tutur Dr. Yayuk. “Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, merubah perspektif healthy diets menjadi sustainable diets sudah menjadi keharusan,” terangnya.
Sustainable Diets merupakan pola makan yang memiliki dampak rendah terhadap lingkungan, yaitu dengan berkontribusi terhadap ketahanan pangan dan tercukupinya makanan sehat dan bergizi untuk generasi sekarang dan masa depan. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh Sustainable Diets mampu mengurangi carbon footprint, water footprint, dan ecological footprint.
Keanekaragaman menjadi salah satu prinsip gizi dari standar konsumsi pangan di Indonesia. Pada tingkat wilayah, prinsip tersebut diukur dan dipantau dengan Pola Pangan Harapan (PPH), yaitu susunan keragaman pangan berdasarkan proporsi keseimbangan energi dari sembilan kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Pada tingkat individu, pengukurannya berdasarkan Isi Piringku B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang merupakan program gabungan dari kegiatan promosi kesehatan di masyarakat. “Pada tahun 2023, arah transformasi pola makan sehat dan berkelanjutan adalah mempertahankan konsumsi buah dan sayur, meningkatkan konsumsi kacang-kacangan sebanyak dua kali lipat, dan penurunan terhadap konsumsi daging merah,” jelas Dr. Yayuk.