Bahas Masalah Kesehatan Mental pada Nakes di Rumah Sakit, FKM UI Gelar Seminar Online Seri 22

Sabtu, 16 November 2024, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali menggelar Seminar Online (SEMOL) FKM UI Seri 22. Acara tersebut membawakan tema “Strengthening Mental Resilience: Menjaga Kesehatan Mental Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit” dengan menghadirkan para pakar di bidangnya.

Dr. dr. Helda, M.Kes., Koordinator Mata Kuliah Kesehatan Masyarakat Intermediet memberikan sambutan dan dukungannya terhadap acara tersebut. “Tema ini sangat relevan terutama bagi para tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam menghadapi berbagai tekanan dan tantangan di rumah sakit dan pelayan kesehatan lainnya. Kesehatan mental adalah kunci untuk tetap profesional, menjaga kualitas pelayanan, dan menjaga kesehatan diri sendiri. Melalui tema ini, kami mengajak para pihak untuk memahami lebih dalam bagaimana cara membangun ketahanan mental sebagai tenaga kesehatan dalam menghadapi situasi kerja yang berat maupun rutinitas keseharian,” tutur Dr. dr. Helda, M.Kes. di dalam sambutan yang diberikan.

Sejalan, dengan Dr. Helda, Dien Anshari, S.Sos., M.Si., Ph.D., Manajer Kemahasiswaan menyampaikan pula sambutan dan dukungannya. “Topik yang dibawa ini sejalan dengan isu yang terkini tentang kesehatan mental di tempat kerja. Kita perlu melakukan kolaborasi multi pihak karena kesehatan mental di tempat kerja bukan suatu kegiatan yang bisa berdiri sendiri. Kami sangat menyambut baik topik ini, terlebih melihat dunia yang terus berubah, perlu adanya sikap adaptif yang lebih baik,” tutur Dien Anshari, Ph.D.

Ketua Umum PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia), dr. Bambang Wibowo, Sp.OG, Subsp.KFM., MARS, FISQua., di lain pihak, menyampaikan ucapan terima kasih atas acara yang digelar tersebut. “Perhimpunan RS seluruh Indonesia mengucapkan terima kasih kepada FKM UI. Sebagai perhimpunan yang menitikberatkan SDM, kami melihat bagaimana tantangan yang dihadapi oleh para nakes yang menjadi aset utama di RS dalam memberikan mutu kesehatan pasien. Kami berharap, persoalan kesehatan mental telah dipersiapkan sejak mahasiswa belajar sampai terampil sebagai seorang nakes. Hal ini karena faktor individu dan lingkungan harus dipersiapkan dengan baik agar mencapai sebuah visi misi yang dibuat,” tutur dr. Bambang Wibowo.

Materi pertama disampaikan oleh dr. Imran Pambudi, MPHM. Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Disampaikan bahwa resiliensi merupakan salah satu strategi untuk memperkuat kesehatan jiwa individu untuk mengatur dan menyesuaikan diri secara efektif terhadap stresor dalam hidup.

Menurut Riskesdas 2028, urgensi masalah kesehatan jiwa terjadi pada 6,3% pegawai swasta dan 3,9% PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD yang mengalami gangguan mental emosional, sedangkan pada 4,3% pegawai swasta dan 2,4% PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD mengalami depresi. Adapun data dari PKTK3 UI 2022 dalam Hasil Penelitian Sumber Pajanan di Tempat Kerja, masalah kesehatan jiwa mencapai angka diatas 80% yang diakibatkan tuntutan pekerjaan dengan peralatan kurang memadai serta beban kerja berlebihan.

“Resiliensi sangat penting bagi tenaga kesehatan. Profesi kesehatan, seperti dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya, menghadapi tantangan fisik dan emosional yang besar setiap harinya. Dengan resiliensi yang kuat, tenaga kesehatan bisa bertahan lebih baik di tengah tekanan dan menjadi lebih efektif dalam memberikan perawatan kepada pasien,” tutur dr. Imran Pambudi, MPHM.

Sementara itu, materi “Isu Kesehatan Mental Tenaga Kesehatan” disampaikan oleh dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ., Psikiater/Mental Health Educator. Dokter Zulvia menyampaikan bahwa tenaga kesehatan (nakes) lebih rentan mengalami stress dan burnout karena bertanggungjawab terhadap nyawa manusia, serta tindakan (atau tiadanya tindakan) dari nakes yang dapat berdampak serius bagi pasien.

“Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya burnout bagi para healthcare workers, yakni usia muda, gender wanita dibandingkan pria, pengalaman kerja lebih dari 10 tahun, beban kerja yang terlalu besar, hingga unit-unit seperti ICU memberikan dampak yang lebih besar dalam memicu burnout,” terang dr. Zulvia Oktanida. “Untuk itu, perlu adanya cara dalam menjaga kesehatan mental di tempat kerja, seperti menjaga work life balance, mengambil waktu istirahat dengan mematikan layar atau gadget, melakukan self-care seperti tidur yang cukup, serta membangun sebuah resiliensi dalam diri,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dr. dr. Iqbal Mochtar, M.P.H., M.K.K.K., Dipl.Card., DoccMed., Sp.OK., Ketua Klaster Kedokteran dan Kesehatan, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional menyampaikan materi tentang “Manajemen Stres di Era Digital”.

Dr. Iqbal Mochtar menyampaikan bahwa terdapat 4 kiat dalam melaksanakan manajemen stres di era digital. Kiat pertama ialah mengenali dan mengakui emosi, membatasi penggunaan, dan mematikan notifikasi saat bekerja. Hal kedua ialah mindfullness, yakni sebuah kesadaran penuh yang dilakukan dengan memusatkan perhatian pada keadaan dan kondisi saat ini tanpa rasa menghakimi. Ketiga ialah time management penggunaan gawai dan media sosial, serta yang keempat ialah self-care practice, yakni kebutuhan esensial yang berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik.

Materi terakhir disampaikan oleh Dr. dr. Ihsan Oesman Sp.OT, Subsp.KP., Ketua Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI–RSCM. Disampaikan bahwa resiliensi kesehatan mental merupakan kebijakan yang top to bottom, yakni membutuhkan kolaborasi dan koordinasi antara negara, pemerintah, direksi RS, dekanat, departemen hingga individu.

Dalam penanggulangannya, perlu ada kajian risiko kesehatan dengan acuan stratifikasinya, yakni pada risiko berat ditemukan upaya bunuh diri hingga ditemukan lebih dari dua domain dengan interpretasi extremely severe. Pada risiko sedang, ditemukan pernah adanya pikiran mengakhiri hidup hingga ditemukan lebih dari dua domain dengan interpretasi severe burnout, serta pada risiko ringan ialah tidak adanya pemenuhan kriteria risiko berat ataupun risiko sedang.

Berdasarkan pemaparannya, Dr. dr. Ihsan Oesman menegaskan bahwa upaya resiliensi harus bersifat menyeluruh dan berkesinambungan serta kemampuan individu dalam beradaptasi dalam menghadapi permasalahan adalah luaran yang diharapkan.
SEMOL FKM UI Seri 22 ini telah berhasil mengangkat topik yang sangat relevan dan penting bagi kesejahteraan tenaga kesehatan, yaitu tentang penguatan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan di rumah sakit. Melalui berbagai paparan dari para ahli, peserta mendapatkan wawasan mendalam mengenai pentingnya kesehatan mental bagi tenaga kesehatan, serta berbagai strategi yang dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan fisik dan emosional di tempat kerja. Sebagai profesi yang sering kali terpapar tekanan tinggi, membangun resiliensi mental menjadi kunci untuk memastikan tenaga kesehatan dapat tetap memberikan pelayanan yang terbaik, sekaligus menjaga kualitas hidup mereka. Diharapkan, melalui kolaborasi antara berbagai pihak, masalah kesehatan mental tenaga kesehatan dapat terus diperhatikan dan diperbaiki demi terciptanya lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif. (ITM)