Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali melahirkan doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) yang memberikan kontribusi strategis dalam bidang keselamatan kerja di industri berisiko tinggi. Promovenda Putu Nadi Astuti berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pengembangan Model Maturitas Budaya Keselamatan pada Industri Petrokimia di Indonesia”. Sidang terbuka berlangsung secara hybrid di Ruang Promosi Doktor Gedung G FKM UI dan melalui platform Zoom Meetings pada 30 Juni 2025. Sidang ini dipimpin oleh Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Tim Penguji.
Disertasi Putu Nadi Astuti berangkat dari urgensi keselamatan kerja di sektor petrokimia, sebuah industri berisiko tinggi yang ditandai oleh adanya kompleksitas risiko yang tinggi, saling ketergantungan antar sistem, serta keberadaan zat berbahaya dengan suhu dan tekanan ekstrem. Kecelakaan di sektor ini dapat menimbulkan kerugian besar, baik dari sisi ekonomi maupun keselamatan jiwa. Dalam tiga dekade terakhir, budaya keselamatan (safety culture) diakui sebagai elemen krusial dalam sistem manajemen keselamatan, berdampingan dengan aspek teknis dan struktural.
Budaya ini tidak hanya menjadi indikator kualitas sistem manajemen, tetapi juga sering disebut sebagai akar penyebab insiden besar di berbagai industri. Putu melihat adanya kebutuhan akan kerangka kerja yang spesifik dan adaptif bagi Indonesia, khususnya di sektor petrokimia, untuk mengukur, menilai, dan meningkatkan tingkat kematangan budaya keselamatan. Oleh karena itu, ia mengembangkan model maturitas budaya keselamatan yang menyesuaikan teori dari Hudson, Fleming, Parker et al., dan Filho.
Dalam pengembangannya, Putu merumuskan lima tingkat maturitas budaya keselamatan, yaitu Dasar, Reaktif, Proaktif, Terintegrasi, dan Berkelanjutan. Masing-masing tingkat mencerminkan sejauh mana organisasi memahami, mengelola, dan menanamkan nilai-nilai keselamatan dalam setiap proses kerja. “Lima dimensi utama yang diukur dalam model ini meliputi komitmen manajemen, komunikasi keselamatan, sistem pelaporan dan informasi, keterlibatan karyawan, serta pembelajaran organisasi. Melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang menyeluruh, instrumen ini terbukti mampu memetakan kondisi nyata budaya keselamatan perusahaan secara akurat,” papar Putu Nadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan petrokimia yang menjadi sampel telah mencapai tingkat maturitas “berkelanjutan,” terutama dalam aspek komitmen dan pembelajaran organisasi. “Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut telah memiliki sistem keselamatan yang stabil dan berorientasi pada perbaikan berkelanjutan,” jelas Putu Nadi. Meski begitu, dimensi komunikasi dan keterlibatan karyawan masih relatif lebih lemah, mencerminkan perlunya penguatan pada aspek partisipatif. Temuan menarik lainnya adalah bahwa manajer keselamatan atau penanggung jawab K3 menunjukkan pemahaman budaya keselamatan yang jauh lebih matang dibandingkan pekerja lapangan. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan internal dalam persepsi dan praktik keselamatan.
Putu juga menegaskan bahwa model ini sangat aplikatif untuk dijadikan alat refleksi bagi perusahaan dalam menilai posisi budaya keselamatan mereka. Tidak hanya menjadi alat ukur, model ini juga mendorong transformasi budaya yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ia merekomendasikan agar perusahaan petrokimia menggunakan model ini sebagai dasar penyusunan kebijakan internal, penyesuaian program pelatihan, dan evaluasi berkala terhadap efektivitas sistem keselamatan. “Selain itu, peningkatan partisipasi pekerja dalam proses pengambilan keputusan terkait keselamatan dinilai krusial, agar nilai-nilai keselamatan tidak hanya dimiliki oleh manajemen, tetapi juga menjadi bagian dari budaya kolektif seluruh organisasi.” sambungnya.
Di sisi lain, Putu juga menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Ketenagakerjaan, untuk memperkuat peran negara dalam membina dan mengawasi budaya keselamatan di sektor petrokimia. Ia mengusulkan agar sistem manajemen keselamatan proses (SMKP) ditinjau ulang dan disesuaikan dengan standar internasional. Pemerintah juga diharapkan menyusun regulasi yang secara spesifik mengatur budaya keselamatan, bukan hanya aspek teknis keselamatan kerja. “Selain pengawasan yang lebih ketat, pemerintah perlu menggencarkan kampanye budaya keselamatan yang menyasar pekerja hingga ke level akar rumput, misalnya melalui momentum tahunan seperti Bulan K3 Nasional,” ujar Putu Nadi. Kampanye tersebut dapat menekankan pentingnya komunikasi, pembelajaran dari insiden, dan keberanian melaporkan kondisi tidak aman tanpa rasa takut akan hukuman.
Penelitian pada disertasi ini mengantarkan Putu meraih gelar Doktor dengan predikat cumlaude, dan memperoleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,89. Putu tercatat sebagai lulusan ke-17 Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI tahun 2025, sekaligus menjadi Doktor IKM ke-356 dan lulusan ke-467 Program Doktor FKM UI secara keseluruhan.
Selama penyusunan disertasinya, Putu dibimbing oleh promotor Prof. Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc. dan kopromotor Prof. Dr. Drs. Sutanto Priyo Hastono, M.Kes. Bertindak sebagai tim penguji, yakni Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Mudaryoto, DEA.; Dr. Lana Saria, S.Si., M.Si.; Dr. Herlina J. EL-Maturi, S.T., M.Kes.; Dr. Ayende, S.T., M.K.K.K., dan Dr. Ridha Renaldi, S.T., M.M., yang memberikan masukan kritis dan konstruktif dalam pengembangan model ini.
Kontribusi keilmuan ini diperkuat dengan peran strategis Putu Nadi Astuti di ranah kebijakan. Saat ini, Putu menjabat sebagai Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam di Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Kombinasi antara kapasitas akademik dan posisi birokratis ini menjadikan temuan disertasinya memiliki peluang nyata untuk diimplementasikan dalam kebijakan industri nasional. Ia menjadi contoh bagaimana riset doktoral tidak berhenti di tataran akademik, tetapi dapat menyatu langsung dengan kebutuhan kebijakan publik dan transformasi sektor industri nasional.
Keberhasilan Putu Nadi Astuti menjadi doktor tidak hanya menambah deretan akademisi unggul di Indonesia, tetapi juga memperkuat posisi FKM UI sebagai institusi pendidikan tinggi yang mampu melahirkan pemimpin dengan kontribusi nyata bagi pembangunan bangsa. Melalui kombinasi antara riset berkualitas dan rekomendasi kebijakan, FKM UI terus berkomitmen menjembatani dunia akademik dan kebutuhan dunia industri dalam mewujudkan sistem keselamatan kerja yang lebih maju, berbudaya, dan berkelanjutan di Indonesia. (DFD)