Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi perhatian utama di berbagai sektor, terutama di daerah dengan aktivitas ekonomi yang intensif seperti Kalimantan Timur. Namun, meskipun telah diterapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sesuai PP Nomor 50 Tahun 2012, angka kecelakaan kerja yang fluktuatif setiap tahunnya masih menjadi tantangan signifikan. Fenomena ini mendorong Andi Surayya Mappangile, mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), untuk mengangkat isu ini sebagai fokus disertasinya.
Pada Selasa, 7 Januari 2024, Andi mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Hubungan Tingkat Penerapan SMK3 dengan Kinerja K3 pada Perusahaan yang Tersertifikasi SMK3 (PP Nomor 50 Tahun 2012) di Kalimantan Timur” dalam Sidang Promosi Doktor. Berlangsung di Aula G FKM UI, sidang promosi doktor ini dipimpin oleh Ketua Tim Penguji, Prof. Indri Hapsari Susilowati, S.K.M., M.K.K.K., Ph.D., dengan Promotor Prof. Doni Hikmat Ramdhan, S.K.M., M.K.K.K., Ph.D., dan Ko-Promotor Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, S.K.M., M.D.M.
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional study pada 94 perusahaan yang telah tersertifikasi SMK3 di Kalimantan Timur. Total responden yang dilibatkan mencapai 8.055 orang, yang berpartisipasi dalam pengukuran safety climate—salah satu indikator utama kinerja K3. Disertasi ini mengevaluasi hubungan antara tingkat penerapan SMK3 dengan empat parameter kinerja K3, yaitu safety climate, angka kejadian kecelakaan kerja (incidence rate), tingkat frekuensi (frequency rate), dan tingkat keparahan (severity rate).
Hasil penelitian Andi Surayya Mappangile menunjukkan bahwa tingkat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada perusahaan-perusahaan di Kalimantan Timur berada pada Level 3 (konsisten). “Pada level ini, SMK3 diterapkan secara sistematis dengan pendekatan yang konsisten, pengendalian risiko dilakukan secara terstruktur dan terukur, serta integrasi antara prosedur dan manajemen risiko berjalan di semua divisi,” ungkap Andi Surayya. Namun, Andi Surayya juga menyampaikan bahwa sistem pembelajaran melalui monitoring, pelaporan K3, dan proses perbaikan belum diterapkan secara menyeluruh, sehingga masih diperlukan upaya perbaikan untuk mencapai penerapan yang lebih optimal.
Pengukuran safety climate di perusahaan menunjukkan hasil yang baik secara umum, dengan skor tertinggi pada dimensi pembelajaran komunikasi dan inovasi (dimensi 6). Namun, dimensi prioritas keselamatan pekerja dan tidak ditoleransinya risiko bahaya (dimensi 5) memperoleh skor terendah. Hal ini menandakan bahwa perhatian terhadap keselamatan pekerja sebagai prioritas utama masih perlu diperkuat. Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa komponen tertinggi dalam penerapan SMK3 berada pada hazard control and prevention, sedangkan skor terendah ditemukan pada komponen education and training. “Meskipun pengendalian dan pencegahan bahaya sudah berjalan dengan baik, aspek pelatihan dan pendidikan K3 masih membutuhkan perhatian lebih untuk meningkatkan kualitas penerapan SMK3,” jelas Andi Surayya.
Penelitian ini menemukan hubungan signifikan antara tingkat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dengan safety climate serta kinerja K3, termasuk angka kejadian (incidence rate) dan tingkat frekuensi (frequency rate). Perusahaan dengan penerapan SMK3 yang baik menunjukkan safety climate yang lebih positif dan tingkat kecelakaan kerja yang lebih rendah. “Semakin baik tingkat penerapan SMK3 di sebuah perusahaan, semakin baik pula kinerja K3 yang dihasilkan,” jelas Andi Surayya. Sebaliknya, perusahaan yang hanya menerapkan SMK3 pada tingkat ad hoc dan coping cenderung memiliki kinerja K3 yang buruk, ditandai dengan safety climate yang membutuhkan perbaikan serta incidence rate dan frequency rate yang cenderung meningkat.
Disertasi Andi Surayya merekomendasikan peningkatan kualitas penerapan SMK3 melalui fokus pada pelatihan dan pendidikan K3, memperkuat komunikasi antar divisi, serta memastikan prioritas keselamatan pekerja menjadi bagian integral dari budaya organisasi. “Melalui langkah-langkah ini, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif, sekaligus meningkatkan daya saing industri di Kalimantan Timur,” tutur Andi Surayya.
Melalui penilaian Ketua Sidang, Promotor, Ko-Promotor, serta tim penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Dra. Dumilah Ayuningtyas, M.A.R.S.; Prof. Dr. Besral, S.K.M., M.Sc.; Dr. Iting Shofwati, S.T., M.K.K.K., HIU.; Dr. Agus Triyono, S.Si., M.Kes.; dan Dr. dr. Sudi Astono, M.S., diputuskan bahwa Andi Surayya Mappangile resmi dianugerahi gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan yudisium sangat memuaskan dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,75. Andi menjadi lulusan S3 IKM Tahun 2025 ke-3, lulusan S3 IKM ke-342, dan lulusan S3 di FKM UI ke-443. Keberhasilan Andi Surayya tak lepas dari dukungan keluarga tercinta, termasuk suaminya, Dr. Ir. H. A. M. Isradi Zainal yang juga merupakan Rektor Universitas Balikpapan.
Prof. Doni Hikmat Ramdhan selaku Promotor menyampaikan apresiasi atas dedikasi promovendus dalam menyelesaikan penelitiannya. “Selamat atas gelar yang diperoleh. Penelitian Dr. Andi mengangkat isu yang sangat relevan dalam dunia kerja saat ini, khususnya terkait penerapan SMK3 yang seharusnya menjadi solusi atas kecelakaan kerja. Namun, kenyataannya masih ditemukan banyak permasalahan yang membuat topik ini penting untuk terus dikaji,” tutur Prof. Doni. (DFD)