Selasa, 9 Juli 2024, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) melaksanakan sidang terbuka Promosi Doktor Epidemiologi dengan promovendus Sumiati Bedah. Sidang ini dipimpin oleh Prof. drg. Nurhayati A. Prihartono, M.P.H., M.Sc., Sc.D., dengan Promotor Prof. Dr. dr. Ratna Djuwita, M.P.H., dan Ko-promotor dr. Syahrizal Syarif, M.P.H., Ph.D., dan Dr. drs. Lukman Hakim, S.K.M., S.H., M.M. Bertindak sebagai penguji dalam sidang terbuka promosi doktor ini adalah Prof. dr. Syafruddin, Ph.D.; Prof. Dr. Budi Haryanto, S.K.M., M.Kes., M.Sc.; Prof. Dr. Besral, S.K.M., M.Sc.; dan Dr. Masdalina Pane, S.K.M., M.Kes. Sumiati Bedah mempertahankan disertasi berjudul “Pengaruh Mass Blood Survey Plus (MBS Plus) Terhadap Penemuan Kasus Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Tahun 2022”. Sidang terbuka dilaksanakan di Ruang Promosi Doktor FKM UI.
Tahun 2019, Indonesia melaporkan 250.644 kasus malaria. Lima provinsi dengan kasus positif malaria terbesar adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Kalimantan Timur, dan Lampung. Sementara itu, DKI Jakarta dan Bali, yang berbatasan dengan Lampung, sudah masuk kategori provinsi bebas malaria. “Pemahaman tentang gejala klinis malaria lokal sangat penting bagi suatu wilayah, karena dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam mengenali tanda-tanda awal penyakit malaria,” tutur Sumiati dalam pemaparan ringkasan disertasinya.
Temuan berdasarkan observasi pada kegiatan Survei Darah Massal (MBS=Mass Blood Survey) di Desa Sukajaya Lempasing sebagai lokasi studi intervensi mengungkapkan hasil uji validitas menunjukkan bahwa kombinasi gejala klinis yang paling sensitif dan spesifik untuk malaria lokal adalah sakit/nyeri kepala, demam, dan menggigil, dengan sensitivitas 88,43% dan NPN 84,95%. Gejala-gejala ini dapat menjadi indikator yang baik untuk skrining di wilayah setempat.
Penelitian ini menggunakan dua desain, yaitu cross-sectional untuk menyusun dan mengembangkan algoritme gejala klinis malaria lokal yang digunakan peneliti sebagai panduan saat melakukan intervensi, dan quasi-eksperimental untuk menentukan pengaruh Mass Blood Survey (MBS) Plus dalam menemukan kasus malaria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi (MBS Plus) dapat mendeteksi 13 kali lebih banyak kasus malaria dibandingkan kelompok kontrol (MBS reference). Lebih lanjut, penelitian ini mengkaji dampak intervensi dengan hasil kelompok intervensi (MBS Plus) memiliki Annual Parasite Incidence (API) yang lebih rendah (16,06) dan dapat mendeteksi 13 kali lebih banyak kasus malaria dibandingkan kelompok kontrol (MBS reference) dengan API yang lebih tinggi (60,14). Hal ini menunjukkan bahwa jika intervensi serupa diterapkan di populasi dengan API tinggi, kemungkinan besar akan ditemukan lebih banyak kasus malaria. Perbedaan kejadian kumulatif sebesar 13 kali lipat ini menyoroti dampak besar intervensi MBS Plus dalam mendeteksi dan mengidentifikasi kasus malaria, bahkan sekalipun di daerah dengan Insiden Parasit Tahunan (API) yang rendah.
“Identifikasi algoritma gejala malaria lokal dan keberhasilan intervensi MBS Plus penting untuk dilanjutkan dengan tujuan semakin sering ditemukan kasus malaria, maka percepatan dalam mencapai mini eliminasi (eliminasi lokal) semakin terwujud, dengan prinsip ‘temukan dan obati’,” terang Sumiati.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu upaya eliminasi malaria di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah dengan kasus malaria yang masih tinggi. “Temuan ini sangat penting dalam upaya kami memerangi malaria secara efektif,” tutur Dr. Lukman Hakim, Ko-Promotor sekaligus Anggota Tim Penilai Eliminasi Malaria. “Dengan memahami pola gejala klinis setempat, kami dapat memberdayakan petugas layanan kesehatan untuk membuat diagnosis yang lebih akurat dan memberikan pengobatan yang tepat sasaran, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap tujuan mini eliminasi (eliminasi lokal) malaria local,” lanjutnya.
Studi ini juga menggarisbawahi pentingnya intervensi dan kolaborasi berkelanjutan antar lembaga terkait. Memperkuat koordinasi dan mengintegrasikan layanan kesehatan dapat meningkatkan efektivitas upaya pengendalian dan eliminasi malaria.
Berdasarkan hasil disertasinya tersebut, Sumiati Bedah berhasil dinyatakan lulus sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Epidmiologi. Sumiati Bedah merupakan lulusan S3 Epidemiologi ke-112 dan lulusan S3 di FKM UI yang ke-426. (prom)