Rabu, 13 September 2023, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) mengadakan kuliah umum bertema “Stunting Ditinjau dari Sosiologi Kesehatan”. Seminar yang diselenggarakan secara hybrid di Ruang Promosi Doktor FKM UI ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai latar belakang. “Stunting merupakan masalah kompleks sehingga melibatkan seluruh aspek untuk bergandengan tangan menanganinya. Hari ini ada Bu Solita untuk membahas dari sudut pandang sosiologi karena barangkali saat ini yang bermasalah adalah pola asuh. Jika dulu rokok pengeluaran nomor satu, sekarang plus pulsa, sementara pangan hewani menjadi tidak terbeli,” tutur Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FKM UI, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., dalam sambutan pembukaannya.
Seminar mengenai stunting ini diisi oleh Dr. Solita Sarwono, M.A., M.P.H., Dosen FKM UI di tahun 90-an silam. Selain berprofesi sebagai dosen, Dr. Solita juga merupakan seorang psikolog, ahli kesehatan masyarakat, sosiolog, dan spesialis gender.
Stunting merupakan indikator utama yang digunakan untuk menentukan kondisi gizi anak. Anak yang menderita stunting memiliki rata-rata tinggi yang lebih pendek dari teman sebayanya dikarenakan kondisinya yang kurang gizi. Di Indonesia sendiri, prevalensi stunting masih di atas 30% dengan Nusa Tenggara Timur sebagai provinsi di Indonesia dengan tingkat balita stunted tertinggi. Hampir tidak ada provinsi yang memiliki prevalensi stunting di bawah 20%. “Masalah stunting bukan hanya masalah kesehatan, namun juga sosial dan budaya yang selama ini saya rasa kurang dapat banyak perhatian. Harusnya intervensi dilakukan dengan mempertimbangkan latar belakang sosial dan budaya,” ucap Prof. Dr. dra. Evi Martha, M.Kes selaku moderator pada seminar ini.
“Penyebab stunting secara luas adalah kondisi alam yang tandus, gizi buruk, sanitasi buruk, kurangnya akses ke sarana kesehatan ibu dan anak, hubungan orangtua dan anak, dan kurangnya peran ayah,” papar Dr. Solita. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi yang menyeluruh dan tepat sasaran, salah satunya dengan memberdayakan anak dan remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan adanya peluang dan akses yang sama antara perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, dan keamanan, serta menyediakan peluang untuk memperoleh pelatihan mengenai kemampuan dasar.
Usai materi dipaparkan, sesi tanya jawab berlangsung dengan menarik. Terdapat mahasiswa yang diminta roleplay untuk menggambarkan bagaimana cara membujuk anggota keluarga untuk memeriksakan anaknya terkait stunting. Dikarenakan terdapat beberapa praktisi kesehatan, pertanyaan yang diajukan juga menjadi praktikal dan jawaban dari Dr. Solita diharapkan dapat diterapkan langsung di lapangan. (BK)