Pada Sabtu, 23 September 2023, Guru Besar Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Prof. Drs. Bambang Wispriyono, Apt., Ph.D., menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan oleh ILUNI UI, bersama dengan pembicara lainnya, yaitu dr. Dewi Puspitorini, Sp.P(K), MARS., M.H. Pada webinar yang bertemakan “Dampak Polusi Udara bagi Kesehatan Masyarakat” tersebut, Prof. Bambang memaparkan materi mulai dari penyebab polusi udara, dampaknya bagi kesehatan, hingga rekomendasi langkah yang dapat dilakukan.
Polusi udara dan dampaknya bagi kesehatan merupakan salah satu isu yang banyak dibicarakan oleh masyarakat. Pada tahun 2019, tercatat ada 4 juta kematian di seluruh dunia yang disebabkan oleh polusi udara. Angka ini diperkirakan akan meningkat 256% pada tahun 2045 kelak. Polusi udara menjadi berbahaya bagi manusia karena mengandung emisi yang bersumber dari alam maupun antropogenik. Bentuk agen polusi tersebut dapat berupa partikulat fisik, gas dan logam kimia, atau mikrobiologi seperti virus dan bakteri.
Risiko polusi udara dipengaruhi oleh hazard (bahaya), vulnerability (kerentanan), dan exposure (pajanan).”Risiko ini juga bisa makin berkembang karena ulah manusia, seperti pembangunan, manusia yang tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan yang ada, serta kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan,” tutur Prof. Bambang. Risiko polusi udara pada manusia dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu ukuran partikulat debu, kandungan dan konsentrasi polutan di udara, lama dan kekerapan pajanan, kondisi kesehatan seseorang, dan terdispersinya polutan udara ke dalam air hingga masuk dalam rantai makanan. Polusi udara sendiri dapat memberikan dampak jangka pendek dan jangka panjang, mulai dari iritasi hingga penyakit kronis.
Menurut Prof. Bambang, polusi udara tidak bisa dipandang dari perspektif public health saja, tapi planetary health. Pada perspektif planetary health, permasalahan polusi udara dipandang sebagai ketergantungan ekologis yang menghubungkan antara kesehatan dengan vitalitas individu, komunitas, dan sistem alami bumi. Planetary health juga dipengaruhi oleh aspek sosial, politik, ekonomi, lingkungan, dan budaya.
“Untuk itu, diperlukan penyelesaian dengan framework pengendalian emisi dan pengurangan risiko. Hal pertama yang menjadi fokus adalah melakukan asesmen kualitas udara dan riset penyakit berbasis kualitas udara tersebut. Hasil asesmen ini nantinya dapat diadaptasi menjadi risk management, strategi promosi kesehatan, teknologi medis, rencana mitigasi, serta regulasi dan kebijakan,” terang Prof. Bambang. Selain itu, Prof. Bambang juga memberikan rekomendasi penanggulangan polusi udara melalui regulasi, tekno-ecological, sosial ekonomi, dan kesehatan. Beberapa contoh penanggulangan dalam hal regulasi antara lain pemerintah dapat menetapkan batas standar kualitas udara dan memperketat izin kegiatan yang berpotensi menimbulkan polusi udara. Teknologi dapat digunakan untuk membuat sistem pengawasan yang efektif serta alternatif bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Dari sisi sosial ekonomi, dapat diberlakukan pengenaan pajak emisi, pendidikan mengenai polusi, serta peningkatan investasi hijau. Sementara itu, bidang kesehatan berperan dalam mengurangi risiko polusi udara pada manusia dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan isu polusi udara. (WR)