Rabu, 1 November 2023, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) bersama dengan Indonesia One Health University Network (INDOHUN) menyelenggarakan kuliah tamu dengan topik “Antimicrobial Resistance in Humans Impacted by Environmental Changes”. Acara tersebut menghadirkan Prof. Dr. Marko Virta dari University of Helsinki, Finland, sebagai narasumber. Kuliah tamu ini dilaksanakan secara bauran di ruang Promosi Doktor FKM UI serta melalui platform Zoom Meeting.
Kerumitan resistensi antimikroba beriringan dengan perlunya pemahaman yang lebih komprehensif mengenai faktor-faktor risiko yang relevan. “Perlunya upaya tim multidisiplin untuk mempelajari kemunculan dan penyebaran resistensi antimikroba (AMR) di berbagai lokasi secara global, dengan fokus di Indonesia,” ujar Prof. dr. Mondastri K. Sudaryo, M.S., D.Sc., Dekan FKM UI, dalam sambutannya. Prof. Mondastri menyampaikan pentingnya penggunaan antibiotik dan kurangnya pemahaman mengenai gambaran besar serta dampaknya khususnya terkait dengan ekologi mikroba dan evolusi AMR. Prof. Mondastri juga menekankan pentingnya vaksin, sanitasi, pendidikan di semua tingkatan, juga penggunaan antibiotik secara bijaksana dalam mengurangi masalah ini.
Prof. Marko Virta, seorang Profressor Mikrobiologi di Universitas Helsinki, Finlandia, menyampaikan materi mengenai Antimicrobial Resistance (AMR). Pembahasannya berfokus pada AMR dalam konteks perubahan iklim atau lingkungan. Prof. Virta menekankan ancaman global yang ditimbulkan oleh AMR dan menyoroti pentingnya pendekatan one health dalam mengatasi masalah ini. Ia juga berbagi tentang penelitiannya mengenai resistensi antibiotik di berbagai lingkungan yang terkena dampak kegiatan manusia, seperti air limbah dan pertanian. “Bicara soal AMR berarti bicara tentang upaya One Health System, yang berkaitan dengan kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan” tutur Prof. Virta.
Instalasi pengolahan air limbah kini terutama dirancang untuk menghilangkan unsur hara dan senyawa kimia lainnya yang berbahaya, khususnya mikropolutan dan antibiotik. Ia menyoroti bahwa air limbah merupakan campuran bakteri termasuk antibiotik dan berbagai bakteri yang berpotensi menjadi titik rawan resistensi antibiotik. Namun, penelitian menemukan bahwa instalasi pengolahan air limbah secara efektif mengurangi resistensi, dengan penurunan gen resistensi antibiotik secara relatif dan penurunan jumlah bakteri secara signifikan. Prof. Virta juga menyebutkan proyek limbah global yang dipimpin oleh Frank Astro dari Denmark yang menggunakan genomik untuk mengurutkan semua DNA dari air limbah dan menghasilkan peta dunia telah menunjukkan banyaknya resistensi antibiotik. Analisis peta yang menunjukkan sebaran AMR di Benua Afrika dan Amerika Selatan, serta Timur Tengah, disorot sebagai benua yang bermasalah karena kurangnya data di banyak negara Afrika dan terbatasnya sumber daya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Benua Asia termasuk kawasan yang tergolong minim dampak resistensi antibiotik terhadap lingkungan.
AMR juga dapat dipelajari dengan metaxenomics, artinya mengisolasi semua DNA dalam sampel dan urutannya, serta harus dilakukan tanpa pengayaan dan/atau tanpa amplifikasi apa pun untuk mempelajari situasi sebenarnya. Keuntungannya adalah bisa mendapatkan urutan semua gen untuk mempelajari rekayasa yang diinginkan. Ia juga menyebutkan bahwa kita juga bisa menganalisis lingkungan genetika dari sel target apakah itu dalam elemen sintetik seluler atau tidak. Prosedur ini semacam prinsip analisis epidemiologi.
Tidak hanya itu, Prof. Virta juga menyoroti soal penggunaan antibiotik di bidang pertanian dan dampaknya terhadap lingkungan. “Setengah dari seluruh antibiotik digunakan untuk hewan dan residunya berakhir di lingkungan, sehingga berkontribusi terhadap resistensi antibiotic,” ujar Prof. Virta. Ia juga menyebutkan penelitian yang dilakukan oleh Christian Brand dari Kopenhagen, Denmark, yang menunjukkan bahwa penggunaan tembaga, seng, atau tetrasiklin dalam tanah dapat menyebabkan resistensi antibiotik. Studi ini juga menemukan bahwa penggunaan antibiotik secara terus-menerus di peternakan ikan dapat menyebabkan penyebaran gen resistensi antibiotik di sedimen peternakan dan usus ikan. Namun, Prof. Virta menggarisbawahi bahwa penggunaan antibiotik dalam pakan tidak berkontribusi terhadap gen resistensi yang ditemukan di sedimen. (DFD)