Sebanyak 859 juta orang di 50 negara di seluruh dunia memerlukan pengobatan yang bersifat preventif untuk menghentikan penyebaran infeksi parasit filariasis. Filariasis limfatik merupakan penyakit yang dikenal dengan istilah penyakit kaki gajah karena munculnya pembesaran pada tungkai kaki (Elephantiasis) yang disebabkan oleh infeksi parasit wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 94 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Filariasis, diperlukan tindakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis untuk memutus mata rantai penularan. World Health Organization (WHO) pun merekomendasikan untuk menggunakan regimen Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate, dan Albendazole (IDA) untuk kabupaten/kota yang belum mencapai lima putaran cakupan POPM filariasis yang efektif dan/atau gagal berdasarkan evaluasi pasca POPM filariasis.
Di Indonesia, sebanyak 30.343.787 orang mendapatkan pengobatan massal pencegahan dengan cakupan sebesar 79,3% pada tahun 2019. Adapun Kota Pekalongan mendapatkan perpanjangan pengobatan kembali dengan IDA selama 2 kali putaran lantaran belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Ikrimah Nafilata melakukan penelitian disertasi yang berjudul “Model Evaluasi Program Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis dengan Ivermectin, Diethylcarbamazine Citrate, Albendazole di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia”. Penelitian dilakukan dengan membuat model evaluasi program POPM berdasarkan analisis faktor yang berhubungan dengan perilaku mengkonsumsi obat antifilaria IDA dan antigen filariasis berdasarkan pendekatan sistem input, proses, output dan outcome/impact program POPM Filariasis IDA. Hasil disertasi Ikrimah Nafilata ini dipertahan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) pada Senin, 9 Desember 2024, di Ruang Promosi Doktor, Gedung G, FKM UI.
Pada penelitian yang dilakukan dengan mix-methods sekuensial eksplanatori ini, pada aspek proses ditemukan hasil yang paling berhubungan dengan ketidakmauan masyarakat mengkonsumsi obat antifilaria IDA ialah kejenuhan penerimaan obat IDA, pengaruh lingkungan sosial, dan pendampingan petugas kesehatan. Selain faktor tersebut, tidak ada hubungan karakteristik umur dan jenis kelamin, pemasangan kawat kasa, lingkungan kumuh, mengonsumsi obat antifilaria IDA dengan positif antigen filariasis.
Secara kualitatif, ditemukan bahwa salah satu determinan tidak minum obat pada masyarakat adalah tidak adanya pendampingan minum obat dari petugas kesehatan ataupun kader serta dukungan sosial dari keluarga. Sementara pada bagian input pendanaan, perlu adanya perbaikan dalam implementasi yang bersumber dari Bantuan Operasional Keuangan Puskesmas, serta perlu adanya pendampingan petugas kesehatan untuk meningkatkan sosialisasi pengobatan pada masyarakat dengan kriteria tertentu yang terletak pada bagian proses.
“Penelitian ini membuktikan bahwa perlu adanya suatu model evaluasi program POPM filariasis IDA berdasarkan pendekatan epidemiologi. Penelitian ini sangat mungkin untuk diimplementasikan pada daerah endemik lainnya di Indonesia. Dengan selesainya program doktor ini, saudari mendapatkan titik awal sebagai seorang pemimpin dan seorang pengabdi bagi masyarakat. Sekali lagi selamat kepada Dr. Ikrimah Nafilata, semoga dapat menerapkan keilmuan epidemiologi dan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,” tutur Prof. drg. Nurhayati A. Prihartono, M.P.H., M.Sc., Sc.D., dalam memberikan sambutan.
Pada akhir sidang, ketua sidang menyampaikan keputusan bahwa Ikrimah Nafilata dinyatakan lulus dan berhasil memperoleh gelar doktor dalam bidang Epidemiologi sebagai lulusan S3 Epidemiologi tahun 2024 ke-10, lulusan S3 Epidemiologi ke-114, dan lulusan S3 di FKM UI ke-434.
Sidang dipimpin oleh Prof. Dr. Besral, S.K.M., M.Sc.; Prof. drg. Nurhayati A. Prihartono, M.P.H., M.Sc., ScD. selaku promotor; Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc. dan Prof. Dr. Dra. Taniawati Supali selaku ko-promotor. Tim penguji dalam sidang yakni Prof. Dr. Dra. Evi Martha, M.Kes.; dr. Syahrizal Syarif, M.P.H., Ph.D.; dan drg. Christiana Rialine Titaley, MIPH, Ph.D. (ITM)