Kerjasama FKM UI-WHO Indonesia Gelar Webinar Determinan Sosial Kesehatan: Mengatasi Isu Ketimpangan Kesehatan di Indonesia

Kesehatan suatu populasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk faktor sosial. Menurut World Health Organization (WHO), 30—55% outcome kesehatan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Untuk itu, Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan webinar dengan tema “Determinan Sosial Kesehatan: Mengatasi Isu Ketimpangan Kesehatan di Indonesia”. Webinar ini diselenggarakan pada Rabu, 8 Maret 2023.

“Aspek determinan sosial kesehatan juga mencakup lingkungan, lingkungan sosial, ekonomi, dan perilaku individu. FKM UI selalu berupaya untuk menyampaikan gagasan terkini terkait sosial determinan kesehatan. Harapannya, sosialisasi mengenai sosial determinan kesehatan ini dapat menjadi pintu masuk agar kebijakan pembangunan berkelanjutan mampu menerapkan peningkatan kesehatan lintas sektor,” tutur Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian dan Kemahasiswaan, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., dalam sambutannya.

Hadir sebagai keynote speaker, Jelsi N. Marampa, M.K.K.K., Asisten Deputi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Menurut Jelsi, Indonesia merupakan bangsa yang unik dan heterogen. Jika peluang pembangunan manusia tidak dimanfaatkan dengan baik, akan sangat mudah terjadi kesenjangan, terutama kesenjangan kesehatan.”Diperlukan intervensi kesehatan dalam setiap fase hidup yang disesuaikan pula dengan faktor risiko kelompok tersebut,” pungkas Jelsi. Keterlibatan perempuan dalam keluarga dan pemerintahan juga penting untuk menghasilkan kebijakan yang efektif bagi pembangunan.

Webinar yang dimoderatori oleh Dien Anshari, Ph.D., ini juga menghadirkan Regional Advisor WHO SEARO, Dr. Suvajee Good sebagai pemateri pertama.”Determinan sosial kesehatan dapat sangat berpengaruh terhadap keadilan dalam hal kesehatan. Perlu dipastikan setiap sektor terlibat untuk mendukung peningkatan derajat kesehatan masyarakat suatu negara,” ujar Dr. Suvajee. Dalam pemaparannya, Dr. Suvajee juga memberikan rekomendasi aksi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan determinan sosial kesehatan ini serta memberikan contoh penerapan regulasi menjadi aksi dari negara Thailand.”Tidak lama lagi WHO juga akan menerbitkan kerangka kerja strategis terkait determinan sosial kesehatan untuk regional Asia Tenggara tahun 2023—2030,” tambah Dr. Suvajee Good.

Lebih lanjut, Prof. Ella N. Hadi sebagai perwakilan Guru Besar Promosi Kesehatan FKM UI memaparkan hasil kajian yang sudah dilakukan oleh Departemen PKIP. Kajian tersebut dilatarbelakangi oleh kesenjangan kesehatan yang menjadi tantangan di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Tujuan dilakukannya kajian adalah untuk mendokumentasikan program determinan sosial kesehatan di Indonesia serta mendapat gambaran sejauh apa tantangan dan implementasi determinan sosial kesehatan di Indonesia.”Kami menggunakan 5 pilar berdasarkan Rio Political Declaration on Social Determinants of Health tahun 2011. Pilar tersebut antara lain tata kelola pemerintahan yang lebih baik, meningkatkan partisipasi publik, reorientasi sektor kesehatan, memperkuat tata kelola global, serta meningkatkan pemantauan dan akuntabilitas,” ujar Prof. Ella. Sejumlah rekomendasi juga diberikan kepada pemerintah, salah satunya adalah untuk membentuk suatu kementerian/lembaga pemerintahan yang melaksanakan monitoring dan evaluasi determinan sosial kesehatan secara berkelanjutan.

Direktur Gizi dan Kesehatan Masyarakat BAPPENAS, Pungkas B. Ali, Ph.D., sebagai panelis pertama pun memberikan respons positif atas presentasi kajian yang dilakukan sebelumnya. Menurutnya, pengaruh determinan sosial kesehatan tidaklah sama di setiap daerah.”Untuk itu, dalam membuat intervensi kesehatan harus dilihat lagi apa yang menjadi prioritas dan benar-benar butuh diubah,” tutur Pungkas B. Ali, Ph.D.

“Kajian yang dipaparkan sudah sangat baik, tetapi selain membahas determinan sosial kesehatan sebagai hal yang berpengaruh terhadap kesehatan, seharusnya hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan juga menjadi prioritas,” tutur Guru Besar FKM UI, Prof. Budi Haryanto. Beberapa rekomendasi juga diberikan kepada tim peneliti, seperti menampilkan data hasil surveilans di awal kajian serta melakukan 4 public health actions yang terdiri dari convene, integrate, influence, dan contribute to big change.

Webinar ini berhasil mengedukasi masyarakat terkait determinan sosial kesehatan serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat meningkatkan kualitas kebijakan dalam bidang kesehatan. Dengan adanya rekomendasi ini diharapkan seluruh sektor yang ada di Indonesia bersedia bekerja sama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. (WR)