Pengukuhan Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes., FKM UI Kembali Tambah Jumlah Guru Besar

“Determinan sosial kesehatan sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan disparitas kesehatan diantara populasi rentan. Sejumlah penelitian menunjukkan determinan soial kesehatan menjadi lebih penting daripada perawatan kesehatan atau gaya hidup dalam memengaruhi kesehatan,” papar Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes., dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) pada Rabu, 21 Desember 2022 di Balai Sidang UI yang berjudul “Perkembangan dan Tantangan Determinan Sosial Kesehatan dalam Mewujudkan Kesetaraan Kesehatan di Indonesia”. Selain, Prof. Ella, sidang yang dipimpin langsung oleh Rektor UI, Prof. Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., ini juga mengukuhkan Prof. Dr. Tri Hayati, S.H., M.H., sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum (FH) UI.

Pada pidatonya, Prof. Ella menyampaikan bahwa pada tahun 2011, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkenalkan Social Determinants of Health (SDH) atau determinan sosial kesehatan untuk menentukan pengaruh faktor non-medis terhadap kesehatan. Determinan sosial kesehatan memengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup individu. Determinan sosial kesehatan juga dapat didefinisikan sebagai kondisi di lingkungan tempat orang dilahirkan, hidup, belajar, bekerja, bermain, beribadah, dan menua yang memengaruhi kesehatan, fungsi, dan kualitas hidupnya.

Indonesia selama ini dikenal sebagai salah satu negara berpendapatan rendah dan menengah yang terus berusaha menghapus kesenjangan kesehatan dan perbaikan sistem kesehatan selama satu dekade terakhir. Telaah terhadap data dan dokumen kebijakan yang ada menunjukkan kemajuan determinan sosial kesehatan di Indonesia. Perkembangan determinan sosial kesehatan yang progresif di Indonesia ditunjukkan dengan meningkatnya partisipasi penduduk dalam perlindungan sosial, meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan di parlemen, melonjaknya pembiayaan kesehatan terutama pada pelayanan kesehatan primer, dan meningkatnya akses sanitasi. Namun demikian terlihat adanya penurunan pembiayaan promosi kesehatan, sehingga berdampak terhadap upaya promosi kesehatan di Indonesia.

Berbagai peraturan dan kebijakan terkait penghapusan ketimpangan pemerataan dan kesetaraan sudah dijalankan Indonesia, seperti penghapusan diskriminasi gender, ras dan etnis, meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan nasional, meningkatkan perlindungan dan hak anak serta disabilitas. Di bidang Kesehatan sudah ada peraturan pengendalian tembakau, pengenalan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemberantasan stunting, penggalangan Gerakan masyarakat sehat (GERMAS), pembentukan Komite Pengendalian COVID-19, dan pemulihan ekonomi nasional, serta kota dan kabupaten sehat. 

Tantangan determinan sosial kesehatan di Indonesia adalah lembaga pemerintah dan non pemerintah pada umumnya belum memahami konsep deteminan sosial kesehatan, sehingga kaitan masalah sosial dan kesehatan belum dikaji secara komprehensif dalam menyusun kebijakan yang berakibat pada kebijakan masih ego sektoral. Untuk itu, perlu ada koordinator yang dapat mengkoordinir isu-isu sosial di bidang kesehatan dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) serta BAPPENAS dianggap sebagai lembaga yang tepat untuk melaksanakannya.

Selain itu, pemantauan indikator determinan sosial kesehatan di Indoensia belum dilakukan secara khusus, karena belum ada lembaga yang mengelola data determinan sosial kesehatan di Indonesia. Saat ini pemantauan kesenjangan pemerataan dan kesetaraan di Indonesia hanya untuk menggambarkan kecenderungan dan dampak dari kebijakan, program pembangunan nasional maupun lokal serta promosi pemerataan. Sebenarnya beberapa survei yang sudah dilakukan secara rutin oleh beberapa lembaga pemerintah dapat menggambarkan indikator determinan sosial kesehatan di Indonesia seperti SUSENAS yang berisi data sosio-ekonomi dan non sosio-ekonomi, RISKESDAS dan SDKI yang berisi data kesehatan sehingga dapat digunakan untuk menilai hubungan faktor sosial terhadap kesehatan. Namun demikian tentu saja harus ada lembaga khusus yang mengelola data-data tersebut, sehingga dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan yang dapat mewujudkan kesetaraan kesehatan di Indonesia.

Melalui pidatonya tersebut, Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes., yang merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Gigi UI pada 1984, lulusan Program Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI pada 1994 dan Program Doktor Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI pada 2007 serta merupakan anggota Senat Akademik UI dari 2019 sampai sekarang ini menjadi Guru Besar ke-34 yang dikukuhkan pada tahun 2022. (wrk)