Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang dapat menjadi hambatan besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pada tahun 2045, Indonesia diperkirakan akan mencapai bonus demografi, di mana mayoritas populasi merupakan masyarakat usia produktif. ”Kita harus berhasil memetik bonus demografi tersebut. Negara-negara maju bisa melesat dengan memanfaatkan periode bonus demografinya. Untuk itu, stunting harus dicegah dan diatasi sesegera mungkin sehingga kita bisa memiliki SDM yang berkualitas di tahun 2045,” tutur Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) pada sambutannya dalam acara Seminar Online FKM UI Seri 7 yang diselenggarakan pada Sabtu, 25 November 2023. Mahasiswa S2 Epidemiologi FKM UI selaku penyelenggara mengangkat tema “Cegah dan Atasi Stunting untuk Indonesia Emas 2045”.
Seminar menghadirkan tiga pembicara dengan latar belakang berbeda. Dokter Irma Ardiana, MAPS., Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memaparkan kondisi kependudukan Indonesia saat ini. Berdasarkan data yang dimiliki BKKBN, angka kelahiran Indonesia sudah jauh menurun dari 5,6 kelahiran pada tahun 1971 menjadi 2,18 pada tahun 2022. Penurunan angka kelahiran yang signifikan ini memberikan perubahan pada piramida penduduk Indonesia. Saat ini, 70% populasi penduduk Indonesia berada di usia produktif. Untuk bisa mencapai bonus demografi, tentunya penduduk usia produktif tersebut juga harus berkualitas. ”Salah satu alat ukur kualitas SDM adalah menurunnya prevalensi stunting. Dibutuhkan adanya persiapan kehidupan berkeluarga yang berkualitas untuk bisa mencegah stunting dari hulunya. Persiapan ini bisa dimulai dari remaja putri yang bergizi baik dan tidak anemia, dilanjutkan dengan calon pengantin dan pasangan usia subur, semuanya harus terencana dengan baik,” ujar dr. Irma. Ia juga berharap mahasiswa, khususnya mahasiswa FKM UI, dapat menjadi katalisator peningkatan kesehatan keluarga dan penurunan stunting.
Lebih lanjut, dr. Nurcholid Umam K., Sp.A., M.Sc., Direktur RSU PKU Muhammadiyah Bantul membagikan best practice yang dilakukan rumah sakitnya dalam menggunakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk mengatasi stunting. Penanganan stunting bisa dilakukan melalui pemberian pangan dengan nutrisi yang adekuat. Susu, sebagai salah satu sumber protein hewani menjadi pangan yang direkomendasikan untuk anak karena mengandung banyak nutrisi yang dibutuhkan. Namun sayangnya, tidak semua anak suka minum susu. Hal tersebut membuat dr. Nurcholid dan Tim RSU Muhammadiyah berupaya berinovasi membuat PMT yang disukai oleh anak-anak. ”Setelah melakukan studi literatur, kami menemukan bahwa es krim modisco (modified dietetic skim and cotton sheets oil) dapat digunakan sebagai PMT untuk mengatasi stunting. Kami pun bereksperimen dengan berbagai macam bahan lokal, mulai dari es krim kacang merah, daun kelor, hingga susu kedelai. Ternyata es krim modisco ini cukup efektif dalam menaikkan berat dan tinggi badan anak karena kandungan kalori, protein, dan lemaknya lebih tinggi daripada es krim biasa,” terang dr. Nurcholid. Kini, dr. Nurcholid dan timnya sedang gencar mengajarkan penduduk setempat cara membuat es krim modisco sendiri untuk mempercepat penanganan stunting di Bantul.
“Pemerintah menargetkan prevalensi stunting menurun hingga 14% pada tahun 2024. Tentu ini bukan target yang mudah mengingat banyaknya faktor yang berperan dalam kejadian stunting. Dibutuhkan penerapan rencana yang paripurna dan melibatkan banyak sektor untuk bisa mencapainya,” tutur Dr. dr. Hariadi Wibisono, M.P.H., Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI). Doktor Hariadi sebagai pembicara terakhir memaparkan materi mengenai strategi penanganan stunting berdasarkan perspektif epidemiologi. Peranan epidemiologi dalam penanganan stunting dapat dikategorikan menjadi 3: mampu mengenali (mencakup pemahaman definisi stunting, standar pengukuran, menghitung angka stunting berdasarkan denominator, dan melakukan analisis berdasarkan kecenderungan waktu dan tempat); mampu menemukan sebaran (mencakup melakukan kajian sebaran berdasarkan tempat dan faktor risiko serta kajian faktor-faktor penentu dan kontributornya); serta deteksi faktor risiko dan saran solusi (mencakup identifikasi faktor risiko utama, melakukan penelitian kualitas intervensi yang dilakukan, serta memberi saran tindakan yang dapat dilakukan). Doktor Hariadi juga menekankan pentingnya optimalisasi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bayi. ”Pencegahan stunting tidak dimulai ketika bayi lahir, tapi seharusnya diperhatikan kondisinya mulai dari wanita usia subur, masa kehamilan, persalinan, hingga bayi itu lahir,” pungkas Dr. Hariadi. (WR)