Dalam rangka mendukung visi global untuk mewujudkan ketahanan pangan menuju zero hunger di Indonesia, Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan International Conference of FPH UI Online Series 29 pada Senin, 16 Desember 2024. Seminar yang bertema “National Security: Moving Beyond Food Availability towards Zero Hunger” ini berlangsung secara hybrid, di Balai Sidang Universitas Indonesia dan akses daring melalui Zoom Meeting. Mengundang pakar di bidang lingkungan, kesehatan global, dan ketahanan pangan, seminar ini tidak hanya menjadi platform diskusi, tetapi juga mempertegas peran strategis FKM UI dalam menyuarakan solusi berbasis ilmu pengetahuan untuk ketahanan pangan nasional. Acara yang dimoderatori oleh Prof. drg. Ririn Arminsih Wulandari, M.Kes., dan Chitambwe Tadius Chengetai ini telah menarik perhatian lebih dari 200 peserta dari kalangan akademisi, praktisi, profesional kesehatan, serta masyarakat umum yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Program Makan Bergizi Gratis menjadi salah satu prioritas Pemerintah Indonesia selama lima tahun ke depan untuk menekan angka stunting yang masih tinggi. Program ini membutuhkan sumber daya yang besar, dengan fokus pada ketersediaan dan ketahanan pangan sebagai kunci keberhasilannya. “Kolaborasi lintas sektor, baik di tingkat nasional maupun internasional, menjadi kunci dalam merealisasikan program yang sangat krusial ini,” ujar Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU, Rektor Universitas Indonesia dalam sambutan pembukaan.
Melalui sambutannya, Prof. Heri juga mengapresiasi FKM UI atas terselenggaranya acara ini sekaligus menggarisbawahi komitmen UI dalam mendorong pemberdayaan komunitas melalui kemitraan dengan organisasi nasional, internasional, dan pemerintah untuk mendukung tercapainya kebijakan strategis dalam ketahanan pangan, keamanan pangan, serta inisiatif penanganan stunting di tingkat nasional.
Dr. Budi Hartono, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI, menegaskan urgensi tema ketahanan pangan dan pengentasan stunting, yang memerlukan kolaborasi pentaheliks untuk memastikan ketersediaan pangan berkelanjutan. Menurutnya, stunting tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga memengaruhi pendidikan dan kondisi sosial, sehingga diperlukan langkah signifikan untuk mengatasi permasalahan ini di Indonesia.
Sementara itu, Rizka Maulida, S.K.M., M.HSc., Ph.D., Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI, menekankan pentingnya kebijakan berbasis ilmu kesehatan masyarakat dan lingkungan dalam mendukung program gizi dan penurunan stunting secara berkelanjutan, serta menyoroti peran kesehatan lingkungan dalam isu ini.
Menurut Dr. Ir. Nani Hendiarti, M.Sc., Koordinator Bidang Aksesibilitas dan Ketahanan Pangan Kemenko Perekonomian RI, ketahanan pangan adalah elemen kunci dalam mencapai SDGs, karena berperan penting dalam mengakhiri kelaparan, meningkatkan gizi, dan mendorong pertanian berkelanjutan. Indonesia berkomitmen memperkuat ketahanan pangan melalui kebijakan strategis yang mencakup stabilitas pasokan dan peningkatan produktivitas, sejalan dengan Asta Cita Nomor 2 untuk mencapai swasembada pangan. Dr. Nani menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, seperti pertanian, kesehatan, lingkungan, ekonomi, dan pendidikan, guna menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan sistem pangan yang tangguh. Salah satu program andalan, Free Nutrition Meal Program, telah memberikan manfaat kepada 15–18 juta penerima, khususnya kelompok rentan seperti anak sekolah, ibu hamil, dan balita, sebagai upaya mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045. “This program is pivotal in shaping a healthier, higher-quality Indonesian generation, preparing us for the Golden Generation of 2045 (Program ini sangat penting dalam membentuk generasi Indonesia yang lebih sehat dan berkualitas, serta mempersiapkan kita untuk Generasi Emas 2045),” tambahnya.
Lebih lanjut, Dr. Indra Wijayanto dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) menekankan bahwa Prevalence of Undernourishment (PoU), yang mencerminkan jumlah populasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan energi minimum, adalah tantangan signifikan bagi ketahanan pangan Indonesia. “PoU Indonesia tahun 2023 berada di angka 8,53%, masih jauh dari target RPJMN 2024 sebesar 5% dan target global sebesar 0%,” jelasnya. Berdasarkan hasil Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2023, 68 kabupaten/kota (13%) termasuk dalam kategori rentan rawan pangan, sedangkan 446 kabupaten/kota (86%) memiliki ketahanan pangan yang relatif baik. Dr. Indra juga menyoroti bahwa beberapa provinsi, seperti Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Bali, Banten, DKI Jakarta, dan NTB, telah mencapai target RPJMN 2023. “Namun, sebagian besar provinsi lain masih berada di bawah angka PoU nasional, ini menunjukkan perlunya langkah strategis dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang merata,” tambah Dr. Indra.
Dalam hal kebijakan pangan, Dr. Indra menjelaskan bahwa kini pemerintah fokus pada penguatan cadangan pangan untuk stabilisasi pasokan dan harga melalui inisiatif seperti gerakan pasar murah dan distribusi bantuan. “Konsumsi masyarakat diarahkan pada potensi pangan lokal sesuai wilayah, sehingga mendukung kemandirian pangan,” ujar Dr. Indra. Strategi penganekaragaman pangan nasional mencakup pengembangan industri pangan lokal, khususnya UMKM, serta edukasi masyarakat tentang pentingnya pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA). Pangan bukan hanya kebutuhan dasar, tetapi juga hak asasi manusia yang tidak dapat ditunda dan harus tersedia secara merata.
Sasaran utama Free Nutritious Meal Program adalah kelompok rentan seperti ibu hamil, menyusui, balita, serta siswa SD hingga SMA. Program ini menekankan penyediaan makanan sehat, aman, dan higienis untuk memastikan kesehatan generasi mendatang. dr. Anas Ma’ruf, M.K.M., Direktur Kesehatan Lingkungan, Kemenkes RI, memaparkan tiga strategi yang dilakukan dalam program tersebut, meliputi pembinaan dan pengawasan, monitoring tempat penyimpanan pangan, serta inspeksi sampel makanan. Penerapan 5 Keys to Food Safety juga menjadi kunci mencegah keracunan pangan. “Standar higiene dan sanitasi pangan menjadi elemen kunci dalam mencegah kasus keracunan, terutama pada makanan siap saji,” tutur dr. Anas. M.
Di sisi lain, Hendro Utomo, Ketua Foodbank of Indonesia (FoI), menegaskan pentingnya demokratisasi sistem pangan dalam mencapai Indonesia Merdeka 100%. Program ini berfokus pada peningkatan gizi anak kelompok rentan dan pencegahan stunting. FoI melalui Dapur Pangan FoI (DPF) mengolah donasi makanan menjadi hidangan siap saji untuk anak-anak, ibu hamil, dan menyusui, sambil mempromosikan cita rasa otentik Indonesia. Hendro juga menyoroti masalah kelaparan yang masih terjadi di Flores dan dataran tinggi Papua.
Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan menurunkan angka stunting di Indonesia, Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika Hasan, Sp.A, MARS., menekankan pentingnya sistem pangan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat.
Sementara itu, Mr. Rajendra Kumar Aryal, FAO Representative in Indonesia and Timor Leste, menyoroti perlunya kerja sama internasional dalam memastikan akses pangan sehat dan berkelanjutan dengan mendukung pertanian lokal serta pengelolaan sumber daya alam. “Praktik-praktik terbaik dalam sistem pangan dari berbagai negara di dunia dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi Indonesia. Di sisi lain, berbagai negara di dunia juga dapat belajar dari praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan di Indonesia,” tutur Rajendra.
Melalui pendekatan integratif dan inklusif, Indonesia diharapkan mampu memutus rantai stunting dan malnutrisi menuju masa depan yang sehat dan produktif. (DFD)