Seminar Online FKM UI Seri 54 Mengangkat Tema Kekerasan Seksual

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) bersama dengan mahasiswa S-1 Reguler Kesehatan Masyarakat angkatan 2019 menyelenggarakan seminar online seri 54 dengan tema “Kekerasan Seksual: Pengendalian dalam Lingkungan Kampus, Perspektif Kesehatan Masyarakat, dan Sudut Pandang Korban” pada Rabu, 29 Desember 2021. Diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang, seminar ini diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube FKM UI.

Seminar dibuka dengan sambutan oleh Dr. Milla Herdayati, S.K.M., M.Si., Manajer Umum FKM UI. Selanjutnya, dr. Adang Bachtiar, M.P.H, D.Sc. selaku Penanggungjawab Mata Kuliah Sistem Pembangunan Kesehatan Nasional dan Daerah kelas B juga turut memberikan sambutan. Seminar dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi presentasi paper oleh mahasiswa dan sesi pemaparan materi dari narasumber.

Pada sesi presentasi paper dari mahasiswa S-1 Reguler Kesehatan Masyarakat angkatan 2019 ini diwakili oleh Gregorius Dimas Herlambang dan Nayaka Nayottama Pamadi. Dalam presentasi tersebut dijelaskan bahwa kasus kekerasan seksual dapat mengalami transisi dari ranah pribadi atau individu menjadi ranah populasi. Hal ini menjadi alasan dibutuhkannya pendekatan berbasis kesehatan masyarakat untuk menangani kasus kekerasan seksual, terutama dalam lingkungan kampus.

Sementara pada sesi kedua seminar, yaitu pemaparan materi dari narasumber, dibuka oleh Dewi Wulandari selaku Direktur Lokal HopeHelps UI. Materi pertama yang disampaikan berkaitan dengan kekerasan seksual dari sudut pandang korban. Dewi Wulandari menyampaikan bahwa dampak yang dialami oleh korban kekerasan seksual bisa berbeda-beda. Dampak jangka panjangnya dapat berupa trauma seksual, konsep diri yang buruk, perasaan bersalah pada diri korban, hingga gangguan seksual. Selain itu, korban kekerasan seksual juga bisa mengalami beberapa kesulitan, seperti mengalami victim blaming, konstruksi sosial yang patriarkis, dan kesulitan-kesulitan lainnya. “Penanganan korban kekerasan seksual harus dilakukan dengan menggunakan sudut pandang korban dan mengedepankan kepentingan korban di atas kepentingan pelaku atau yang lainnya,” ujar Dewi Wulandari.

Materi dilanjutkan oleh Bunga Pelangi, S.K.M, M.K.M selaku former researcher di Women Researcher Institute yang berbicara mengenai kekerasan seksual dalam perspektif kesehatan masyarakat. Pada laporan tahun 2021, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan. Namun, berdasarkan Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender, 57,3% orang yang mengalami kekerasan seksual memilih untuk tidak melaporkan kasus yang dialaminya dengan alasan takut, malu, tidak tau harus melapor kemana, dan merasa bersalah. “Salah satu peran dari public health adalah untuk bisa melihat besaran masalah itu tercatat dan terdokumentasi dengan baik,” tutur Bunga. Kesehatan masyarakat juga berperan dalam melakukan pencegahan kekerasan seksual pada level primer, sekunder, dan tersier.

Lebih lanjut, pada materi terakhir yang dibawakan oleh Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H., M.S.I. selaku co-creator buku SOP kekerasan seksual UI sekaligus dosen Fakultas Hukum UI ini mengangkat topik terkait pengendalian kekerasan seksual di kampus. Menurut Dr. Inge, prinsip utama dari penanganan kekerasan seksual adalah mengutamakan kepentingan terbaik bagi korban. Sedangkan untuk pencegahan kekerasan seksual dapat dilakukan dengan pembelajaran atau edukasi, penguatan tata kelola, dan penguatan budaya komunitas. “Sasaran pencegahan dan penanganan kekerasan seksual harusnya menyeluruh, mulai dari mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan (pustakawan, tenaga administrasi, dan lain-lain), warga kampus, bahkan masyarakat umum,” tutur Dr. Inge.

Seminar ini diharapkan dapat memberikan insight baru terkait kekerasan seksual serta dapat memperkuat sistem penanganan kekerasan seksual yang berpihak pada korban. (BK)