Seminar Online Seri 28 FKM UI: Pendekatan Multisektor dalam Pencegahan Stunting dan Permasalahan Gizi Remaja di Indonesia

Rabu, 16 September 2020, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) mengadakan seminar online seri 28 melalui aplikasi video telekonferensi. Seminar online kali ini membawa permasalahan gizi di Indonesia dengan topik ‘Pendekatan Multisektor dalam Pencegahan Stunting’ dan ‘Gizi Remaja’.

Seminar kali ini dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian dan Kemahasiswaan, Dr. Ir. Asih Setiarini, M. Sc. Dalam sambutannya, Doktor Asih menyampaikan bahwa yang menjadi titik berat dari seminar ini ialah pembahasan mengenai permasalahan gizi di Indonesia yang menurutnya harus menjadi perhatian bersama.

“Berdasarkan pada Riskesdas tahun 2018, prevalensi stunting berada pada angka 30,8 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa sepertiga balita di Indonesia mengalami stunting. Hal ini menjadi tugas yang berat apabila tidak dihadapi dengan serius karena kita dihadapkan pada target tahun 2024 yang mengharuskan prevalensi stunting mengalami penurunan hingga 14 persen”, ujar Doktor Asih. Lebih lanjut, Doktor Asih menyampaikan bahwa perlu adanya inovasi dalam mengatasi permasalahan gizi di Indonesia di tengah pandemi Covid-19 yang ternyata tak hanya masalah stunting tetapi juga masalah pada gizi remaja.

Seminar ini menghadirkan dua pembicara ahli, yaitu Senior Consultant, Health, Nutrition, and Population, World Bank Indonesia, Elviyanti Martini, SKM, M. Sc, Dosen Departemen Gizi FKM UI, Wahyu Kurnia Yusrin Putra, SKM, MKM, serta Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI, Dr. Al Asyary, SKM, MPH, sebagai moderator.  

Pendekatan Multisektor dalam Pencegahan Stunting di Indonesia

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak dan merupakan salah satu permasalahan utama gizi yang terjadi di Indonesia. Sebagai gambaran, saat ini prevalensi stunting berada pada angka 30,8 persen atau satu dari tiga anak di Indonesia mengalaminya. Tak hanya itu, timbul permasalahan lain seperti kurang gizi, gizi buruk, dan lainnya yang tak bisa dianggap remeh di Indonesia. Berbagai permasalahan gizi tersebut dapat berdampak pada menurunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia ke depannya yang dapat mengganggu produktivitas serta gangguan metabolik pada usia dewasa hingga berujung menjadi beban ekonomi.

Dalam melakukan pencegahan stunting, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah dan mengurangi prevalensi stunting melalui program dan pendekatan di multisektor. Program yang sudah ada di Indonesia dalam penurunan stunting salah satunya adalah dengan menggencarkan kebijakan geraka 1000 hari pertama kehidupan atau 1000 HPK yang tentunya perlu dikuatkan dengan berbagai upaya lainnya.

Pendekatan multisektor yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan target yang jelas pada tingkat nasional maupun regional, penggunaan anggaran secara result-based, penetapan wilayah implementasi program, survei terhadap stunting setiap tahunnya, dan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat.

Stunting adalah masalah multidimensional yang memerlukan pendekatan multisektor yang dilakukan oleh semua pihak melalui kerja sama dan koordinasi pada tingkat nasional dan tingkat daerah”, ujar Doktor Elviyanti. Sebagai gambaran, Indonesia sudah mempunyai conceptual framework yang berisikan 5 pilar penting dalam percepatan penurunan stunting yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, perbaikan pola asuh, pelayanan kesehatan, hingga membaiknya kesehatan lingkungan.

Mengapa Gizi Remaja?

Gizi remaja menjadi penting karena menjadi poin penting dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia. Masalah gizi remaja yang ada di Indonesia meliputi berbagai permasalahan antara lain, pendek atau sangat pendek, tubuh kurus dan sangat kurus, gizi lebih, masalah anemia, dan kurang energi kronis atau KEK. Sementara itu, perilaku konsumsi yang dihimpun dari RISKESDAS 2018 menunjukkan remaja di Indonesia cenderung mengonsumsi makanan manis lebih dari sekali per hari, makanan asin lebih dari sekali per hari, serta makanan berlemak lebih dari sekali per hari. Selain itu, konsumsi sayur dan buah yang sangat rendah juga terjadi di remaja Indonesia. Data tambahan juga menunjukkan bahwa remaja di Indonesia tercatat kurang melaukan aktivitas fisik dan cenderung untuk melakukan perilaku merokok.

“Remaja yang mengalami permasalahan gizi dapat melakukan berbagai hal untuk memperbaikinya, yaitu dengan konsumsi makanan bergizi seimbang, hidup aktif dengan rajin berolahraga, perhatikan asupan mikronutrien, rutin sarapan pagi, memantau berat badan, dan perilaku hidup sehat lainnya”, ujar Wahyu. Sebagai tambahan, hal yang tak kalah penting untuk dilakukan adalah dengan lebih cermat dalam menerima informasi seputar gizi dan kesehatan, percaya diri dan tidak tergoda dengan promosi seputar diet dan bentuk tubuh serta praktik hidup bersih terutama dengan menghindari aktivitas merokok. (MFH)