SEMOL FKM UI Seri 24 Bahas Transformasi dan Resiliensi Kesehatan Kerja di Era Industri Modern

Sabtu, 23 November 2024, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan Seminar Online (SEMOL) Seri 24 dan Dialog Interaktif. Kegiatan yang diinisiasi oleh mahasiswa program Magister Occupational Health and Safety (MOHS) FKM UI ini mengangkat topik strategis tentang kesehatan kerja, resiliensi, dan kesehatan masyarakat di sektor industri. Diselenggarakan secara hybrid, seminar menghadirkan diskusi mendalam bersama para ahli dan sukses diikuti oleh 740 peserta yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan perwakilan berbagai instansi industri. SEMOL Seri 24 yang dipandu oleh moderator Louis S.M Purba dan dr. Renauld Koswiranagara, menegaskan urgensi isu keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tengah pesatnya perkembangan sektor industri modern.

Melalui sambutannya, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan FKM UI, menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental pekerja di tengah perkembangan teknologi dan tantangan dunia kerja saat ini. “Sebagai institusi pendidikan tinggi, FKM UI juga berkomitmen untuk melahirkan generasi pakar yang berkontribusi nyata dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3),” ujarnya. Hal senada disampaikan Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes., dosen pengampu mata kuliah Kesehatan Masyarakat Intermediet, yang menyebutkan bahwa terselenggaranya seminar ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan akademik tetapi juga menunjukkan kepedulian mahasiswa terhadap isu-isu global. “Kesehatan kerja adalah salah satu pilar penting menuju Indonesia Emas 2045. Saya berharap seminar ini memberikan wawasan baru dari berbagai perspektif—industri, praktisi, dan akademisi,” tutur Prof. Robiana.

Yuli Adiratna, S.H., M.Hum., Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan RI, dalam pemaparan materinya menyoroti bahwa dari 275,8 juta penduduk Indonesia, sebanyak 50,7% atau 139,8 juta jiwa adalah pekerja aktif. Angka ini menunjukkan peran strategis pekerja sebagai tulang punggung keluarga, penggerak ekonomi, dan pencetak generasi bangsa. “Peningkatan literasi kesehatan pada pekerja tidak hanya memengaruhi pemahaman dan penerapan kesehatan di tempat kerja, tetapi juga membawa dampak positif bagi anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya,” ujar Yuli.

Lebih lanjut, Yuli juga menyoroti tempat kerja sebagai lokus strategis untuk melakukan intervensi kesehatan. Melalui struktur komando yang jelas, intervensi berbasis tempat kerja dinilai efektif, efisien, dan memiliki daya ungkit tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Namun, ia mengingatkan adanya tantangan kesehatan yang signifikan pada pekerja, seperti meningkatnya prevalensi gangguan mental emosional, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, penyakit ginjal kronis, penyakit menular, hingga kecelakaan akibat kerja. Kondisi ini, menurutnya, menuntut pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara menyeluruh, tidak hanya sebagai langkah perlindungan, tetapi juga sebagai strategi untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja.

“Setiap pekerja membutuhkan perlindungan dari risiko kerja dan pascakerja. Pekerja yang sehat adalah pekerja yang produktif dan sejahtera,” tegas Yuli. Dalam konteks ini, Yuli menggarisbawahi pentingnya pelaksanaan program kesehatan kerja yang komprehensif, mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif. Selain itu, perlunya penguatan kompetensi tenaga medis dan kesehatan dalam diagnosis penyakit akibat kerja, integrasi pelayanan kesehatan dengan sistem pembiayaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta penyederhanaan dan harmonisasi regulasi di bidang kesehatan kerja akan menunjang pelaksanaan program Kesehatan kerja yang komprehensif.

Pemimpin di tempat kerja memegang tanggung jawab penting untuk memenuhi persyaratan K3. Hal ini mencakup penyediaan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja, pemasangan informasi keselamatan kerja, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja. Ia menegaskan bahwa kesehatan kerja adalah langkah strategis untuk melindungi pekerja agar tetap sehat dan terbebas dari pengaruh buruk pekerjaan. “Upaya kesehatan kerja bertujuan melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari pengaruh buruk pekerjaan. Ini bukan hanya kewajiban, tetapi investasi bagi produktivitas bangsa,” tutup Yuli.

Menurut Dr. Hendra, S.K.M., M.K.K.K, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Kesehatan Kerja Indonesia (PAKKI), tata kelola atas adanya ketidakpastian dalam kesehatan kerja penting untuk dirancang oleh pemimpin dan ahli K3. Perubahan dinamika kerja, seperti fleksibilitas kerja secara online, menghadirkan tantangan baru yang memerlukan antisipasi. “Ketidakpastian dalam kesehatan kerja adalah hal nyata. Sebagai ahli K3, kita harus mampu membuat prediksi dan antisipasi kesehatan terkait faktor-faktor ini,” terang Dr. Hendra. Dr. Hendra menambahkan bahwa terobosan baru perlu dikembangkan untuk mengatasi risiko dan deviasi dalam pelaksanaan upaya kesehatan kerja.

Sementara itu, dr. Eddy, M.K.K.K., Ketua Umum Dokter Kesehatan Kerja Indonesia (DKKI), menyoroti pentingnya menjaga kesehatan tenaga medis, terutama dalam bidang-bidang yang memiliki risiko tinggi seperti radiologi. Eddy menegaskan bahwa tenaga kesehatan harus selalu dalam kondisi fit dan prima agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. “Radiologi adalah salah satu aspek yang berisiko dalam bidang medis. Konsultasi perlu dilakukan jika tenaga kesehatan dan pasien merasakan dampak akibat paparan radiologi, sehingga kondisinya tetap terjaga,” ujarnya.

“Dari perspektif implementasi teknologi, upaya digitalisasi data kesehatan pekerja juga menjadi bagian dari manajemen risiko,” ujar Taufik Riswandar, S.K.M., Occupational Health Industrial Hygiene Superintendent Berau Coal. Ia menyebutkan bahwa seluruh data pekerja sudah terintegrasi dalam sistem, memungkinkan penilaian kelayakan kesehatan berdasarkan bahaya dan risiko pekerjaan. Digitalisasi data membantu pekerja untuk mencegah kecelakaan, penyakit akibat kerja, hingga meningkatkan kualitas hidup pekerja dari ancaman penyakit seperti jantung atau diabetes melitus. Manajemen sistem yang baik juga berperan dalam mendukung kesehatan kerja di industri.

Selanjutnya, Santoso, S.T., MM.KKKL., QRMA., ERMAP, Manager VP Business Support di KrisEnergy Limited, menekankan bahwa pengelolaan K3 harus menjadi bagian dari keseluruhan manajemen bisnis, tidak hanya di lokasi kerja tetapi juga dalam membangun kerja sama bisnis. “Top management harus mampu berkomitmen dan mencari solusi untuk permasalahan kesehatan pekerja, terutama dengan mempertimbangkan dampak kesehatan dalam kalkulasi bisnis,” jelas Santoso.
Seminar Online (SEMOL) Seri 24 ini kembali membuktikan komitmen FKM UI sebagai pelopor dalam pengembangan wawasan dan solusi atas tantangan kesehatan kerja di Indonesia. Pendekatan yang terintegrasi dan inovatif menjadi kunci untuk menghadapi tantangan kesehatan kerja di era modern. (DFD)