Depok, 15 November 2025 – Campak, sebuah penyakit menular yang sering dianggap biasa namun kembali mengancam dan memicu Kejadian Luar Biasa (KLB) di berbagai provinsi. Seminar Online FKM UI Seri 8 yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Pascasarjana Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) membuka ruang diskusi dan informasi dalam tajuk “Harga
dari Menolak Vaksin: Campak Kembali dan Komunitas menjadi Taruhannya” pada Sabtu, 15 November 2025 secara daring. Acara tersebut menghadirkan para ahli dan praktisi untuk membahas pentingnya vaksin dalam penguatan komunitas terhadap kejadian campak yang terjadi di Indonesia.
“Dalam beberapa tahun terakhir, kita kembali melihat meningkatnya kasus campak, bahkan munculnya KLB di berbagai provinsi di Indonesia. Tahun 2025 menjadi pengingat keras bahwa penyakit campak masih belum sepenuhnya terkendali, dan salah satu faktor terbesarnya adalah penurunan cakupan imunisasi.
Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada para narasumber, panitia dari program Pascasarjana Epidemiologi FKM UI, serta seluruh pihak yang telah bekerja keras mempersiapkan kegiatan. Semoga seminar ini membawa manfaat yang besar dan menghasilkan rekomendasi yang dapat diimplementasikan dalam praktik kesehatan masyarakat sebagaimana slogan yang kerap kita gaungkan, yakni UI ‘Unggul Impactful’ untuk Indonesia,” tutur Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan, Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc., dalam sambutan yang diberikan.
Dr. Sumarjaya S.K.M., MFP., CFA., Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan strategi vital untuk menahan laju penyebaran campak.
“Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) adalah jantung dari deteksi dini,” tegas Dr. Sumarjaya tentang pentingnya memperkuat sistem surveilans dalam pendeteksian campak.
Campak menjadi penyakit prioritas yang dipantau ketat di SKDR, di mana satu kasus suspek campak yang ditandai dengan demam dan ruam, akan sudah dianggap sebagai peringatan dini. Adapun strategi penanggulangannya meliputi pemberian vitamin A dosis tinggi pada kasus, penguatan pencegahan utama melalui imunisasi lengkap tiga dosis, serta melibatan aktif mahasiswa Field Epidemiology Training Program (FETP) untuk penyelidikan dan respons imunisasi di lapangan. “Jika kita lindungi secara cepat, kita bisa kendalikan peningkatan kasus. Tanpa perlindungan, kita akan menghadapi penyebaran kasus yang luar biasa,” tutup Dr. Sumarjaya.
Sementara itu, Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K), spesialis anak dan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), membahas urgensi imunisasi terhadap penyakit menular. Dijelaskan bahwa krisis kepercayaan terhadap vaksin masih dirasakan terutama di Indonesia. Banyak masyarakat merasa aman dan berhenti divaksinasi karena insiden penyakit menurun drastis. Hal tersebutlah yang menyebabkan cakupan vaksinasi anjlok dan memicu wabah baru, sehingga pemerintah harus melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) sebagai program imunisasi massal yang dilakukan untuk menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB).
“Penyakit seperti campak jauh lebih menular dan mematikan daripada COVID-19. Imunisasi lengkap dan berkelanjutan bukan hanya intervensi kesehatan, melainkan perlindungan krusial untuk mencegah penderitaan, kecacatan permanen, dan menghindari tragedi KLB berulang,” tutur dr. Piprim.
Pada sesi tanya jawab peserta dari berbagai universitas dan fasilitas kesehatan di Indonesia menyampaikan beragam pertanyaan, mulai dari determinan sosial rendahnya cakupan imunisasi, peran edukasi dalam mengatasi hoaks, hingga kesiapan sistem surveilans menghadapi potensi outbreak. Menanggapi pertanyaan mengenai faktor sosial ekonomi yang memengaruhi cakupan imunisasi, dr. Piprim menekankan pentingnya komunikasi berbasis risiko untuk mengatasi keraguan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa banyak penolakan terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai bahaya penyakit yang dapat dicegah. “Jangan sampai orang lebih takut efek vaksin dibandingkan penyakitnya. Kita harus perlihatkan realita risikonya agar orang tua benar-benar memahami dampaknya,” ujar dr. Piprim.
Melalui SEMOL Seri 8 ini, FKM UI menegaskan kembali pentingnya sinergi berbagai pihak dalam menjaga ketahanan sistem kesehatan, terutama melalui penguatan surveilans dan peningkatan cakupan imunisasi. Kombinasi antara kesiapan teknis, komitmen tenaga kesehatan, serta edukasi masyarakat menjadi kunci utama untuk mencegah lonjakan kasus campak dan penyakit menular lainnya. (ITM)
