SEMOL Seri 17 FKM UI: Soroti Pendekatan Spasial dalam Penanganan Kesehatan Masyarakat di Indonesia

Kluster Pusat Kajian Biostatistika dan Informatika Kesehatan (PKBIK) di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPKM) FKM UI, kembali menyelenggarakan Seminar Online (SEMOL) FKM UI Seri ke-17 dengan tema “Rekomendasi Kesehatan Masyarakat dengan Pendekatan Spasial”. Seminar ini diselenggarakan pada Sabtu, 31 Agustus 2024 melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung melalui akun YouTube resmi FKM UI. Seminar yang terbuka untuk umum ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana pendekatan spasial dapat digunakan dalam merumuskan rekomendasi kesehatan masyarakat yang lebih tepat dan efektif.

“Tema yang diangkat luar biasa, sangat relevan dan penting dalam sektor kesehatan, terutama di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat sekarang,” tutur Dr. Asih Setiarini dalam sambutan pembukaan. Lebih lanjut Dr. Asih menekankan bahwa tantangan kesehatan masyarakat semakin kompleks, dan pendekatan tradisional yang selama ini digunakan sering kali sudah tidak memadai untuk menganalisis dan memecahkan masalah. Doktor Asih juga mengungkapkan keyakinannya bahwa pendekatan spasial dapat menjadi solusi dalam menganalisis determinan berbagai masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Menurutnya, metode ini sangat bermanfaat karena memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi data spasial dan mengidentifikasi pola yang efektif dan efisien, khususnya melalui penggunaan alat analisis seperti GEODA. “Saya berharap seminar ini tidak hanya memberikan wawasan baru, tetapi juga menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dan ilmu antar peserta,” tambahnya.

Manajer Umum FKM UI, Dr. Martya Rahmaniati, S.Si., M.Si., yang juga merupakan dosen GIS dan Informatika Kesehatan di FKM UI, menjadi salah satu narasumber utama dalam seminar ini. Doktor Martya menyampaikan materi yang selaras dengan tema dan menyoroti pentingnya penggunaan metode spasial dalam kesehatan masyarakat. “Metode spasial merupakan metode untuk mendapatkan informasi pengamatan yang dipengaruhi efek ruang atau lokasi,” jelas Dr. Martya. Ia menambahkan bahwa sejak abad ke-19, sektor kesehatan sudah mulai memanfaatkan pendekatan spasial ini untuk berbagai keperluan.

Lebih lanjut, Dr. Martya juga menekankan bahwa teknologi spasial memiliki banyak aplikasi dalam bidang kesehatan, seperti perencanaan strategi kesehatan, penelitian, evaluasi, serta kesiapsiagaan darurat di pelayanan kesehatan. “Dalam penelitian epidemiologi, pendekatan spasial sangat bermanfaat untuk prediksi, pengawasan, manajemen, dan analisis penyakit menular,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memanfaatkan teknologi penginderaan jarak jauh dan melakukan pengawasan penyebaran penyakit, baik yang menular maupun tidak menular, di seluruh dunia.

Mochamad Anwarid Ardans Pratama, S.K.M., M.K.M., CIAP., narasumber lain pada seminar ini membawakan topik tentang “Model Geographically Weighted Regression (GWR) Determinan Angka Kematian Neonatal di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022.” Dalam pemaparannya, ia mengungkapkan data global yang cukup mengkhawatirkan, yaitu pada tahun 2021 terdapat 2,4 juta bayi yang meninggal di bulan pertama kehidupannya, dengan 47% dari kematian tersebut terjadi pada periode neonatal. Anwarid juga mengungkapkan bahwa di Indonesia, pada tahun 2022, terdapat 21.447 kematian balita usia 0-59 bulan, di mana 85% atau sekitar 18.281 kematian terjadi pada bayi berusia 0-28 hari. “Angka kematian neonatal bisa menjadi cerminan dari kualitas program pelayanan kesehatan ibu dan anak, seperti layanan Antenatal Care (ANC), persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten, dan layanan postnatal. Semakin tinggi angka kematian neonatal di suatu daerah, semakin rendah pula kualitas layanan kesehatan ibu dan anak di sana,” jelas Anwarid.

Anwarid juga memaparkan tentang Geographically Weighted Regression (GWR), yang merupakan pengembangan dari model regresi linear menjadi model regresi dengan pembobot lokal untuk setiap wilayah. “GWR ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi parameter model yang bersifat lokal di setiap daerah,” tambahnya. Dari hasil pemodelan GWR, ditemukan bahwa dari enam variabel yang dianalisis, ada tiga variabel yang secara statistik signifikan memengaruhi Angka Kematian Neonatal (AKN), yaitu variabel Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kerapatan jalan, dan kunjungan neonatal (KN) lengkap.

Saidah Fatimah Sari Simanjuntak, S.K.M., M.K.M., kemudian memaparkan materi tentang “Gambaran Sebaran Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) Ditinjau Dari Faktor Manusia, Hewan, dan Lingkungan di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara Tahun 2022-2023.” Melalui pemaparannya, Saidah mengingatkan bahwa rabies sering kali menjadi penyakit yang terabaikan, padahal rabies disebabkan oleh virus Lyssavirus dan 98% penularannya melalui gigitan anjing. “Secara global, kematian akibat rabies paling banyak terjadi di Asia, mencapai 59,6%,” jelas Saidah. Saidah juga mengungkapkan bahwa di Indonesia, kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) meningkat signifikan dari 57.257 kasus pada tahun 2021 menjadi 104.229 kasus pada tahun 2022, dengan peningkatan sebesar 82,04%. Di Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Utara menjadi salah satu daerah dengan kasus KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies tertinggi. “Sejak tahun 2017, rabies telah menjadi KLB di Tapanuli Utara sebanyak tiga kali, yaitu pada tahun 2017, 2018, dan 2023. Pada tahun 2023, terdapat 868 kasus gigitan anjing yang mengakibatkan satu kematian,” paparnya.

Pola penyebaran kasus GHPR di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2022 dan 2023 menunjukkan pengelompokan kasus di beberapa kecamatan. “Ada hubungan (autokorelasi) spasial antara kasus GHPR dengan faktor manusia, hewan, dan lingkungan di Kabupaten Tapanuli Utara pada periode tersebut,” ujar Saidah. Ia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara memperkuat sistem pemantauan kasus GHPR dengan menggunakan data spasial dan teknologi GIS. “Pemanfaatan GIS dapat membantu memetakan dan memantau penyebaran kasus GHPR secara real-time, serta memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan hewan (faskeswan) di setiap kecamatan,” tambahnya.

Seminar Online Seri ke-17 ini tidak hanya menjadi wadah untuk berbagi ilmu dan pengalaman, tetapi juga memotivasi para akademisi, peneliti, dan praktisi kesehatan untuk terus berinovasi dan berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masa depan. (DFD)