Teliti Model Pemantauan Jentik Demam Berdarah Dengue dengan Implementasi Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) Plus Siswa Pemantau Jentik (Sismantik) di Kota Pariaman, Mengantarkan Harisnal pada Gelar Doktor Epidemiologi FKM UI

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) melaksanakan sidang terbuka Promosi Doktor Epidemiologi dengan Promovendus Harisnal pada Senin, 9 Januari 2025 di Ruang Promosi Doktor FKM UI. Bertindak sebagai pimpinan sidang yaitu Dekan FKM UI, Prof. dr. Mondastri Korib Sudaryo, M.S., D,Sc., dengan Promotor Prof. Dr. dr. Ratna Djuwita, M.P.H., serta Ko-promotor Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc., dan Prof. Dr. Dra. Dewi Susanna, M.Kes. Dalam sidang terbuka promosi doktor ini, bertindak sebagai penguji antara lain Prof. Dr. Besral, S.K.M., M.Sc., Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, drh., M.Sc.; Dr. Suwito, S.K.M., M.Kes.; dr. Syahrizal Syarif, M.P.H., Ph.D., dan Dr. Pujiyanto, S.K.M., M.Kes. Harisnal berhasil mempertahankan disertasi yang berjudul “Model Pemantauan Jentik Demam Berdarah Dengue dengan Implementasi Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) Plus Siswa Pemantau Jentik (Sismantik) di Kota Pariaman, Sumatera Barat”.

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus (WHO & TDR, 2009). DBD merupakan penyakit menular yang hampir terjadi di semua negara dalam beberapa tahun terakhir ini. Angka kejadian DBD pun mengalami peningkatan hingga 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Diperkirakan terdapat 50 – 100 juta kasus DBD di lebih dari 100 negara endemis setiap tahunnya, dan hampir separuh penduduk dunia berisko terkena penyakit DBD (WHO, 2024).

Provinsi Sumatera Barat, khususnya Kota Pariaman telah melaksanakan gerakan satu rumah satu jumantik berdasarkan SK Walikota Pariaman Nomor: 124/440/2018 tentang Penunjukkan Supervisor dan Koordinator Pencegahan dan Pengendalian DBD dengan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik periode 2018 sampai 2023 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2020). Akan tetapi, terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaanya, termasuk masih tingginya keberadaan jentik nyamuk pada Container Index (CI).

Suatu daerah dikategorikan berisiko tinggi terhadap penularan DBD jika CI ≥ 5%, atau Angka Bebas Jentik (ABJ) ≤ 95% (Perwitasari et al., 2018). Tingkat kepadatan vektor penyebab DBD di Kota Pariaman masih melebihi standar yang ditetapkan yaitu CI > 5%, dimana Rata-rata ABJ di Kota Pariaman pada tahun 2021 hanya mencapai 55%, jauh di bawah standar nasional 95% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, 2021).
Penelitian mix method ini menggunakan pendekatan kualitiatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan desain studi quasy experiment with control sedangkan pendekatan kualitatif menggunakan desain rapid assessment procedure (RAP) melalui in depth-interview dan Fokus Diskusi Grup (FGD).

Penelitian ini menawarkan novelty atau kebaruan yang signifikan dalam hal pemantauan jentik DBD. Penelitian ini mengintegrasikan peran siswa sebagai pemantau jentik atau Sismantik, sebagai Jumantik rumah dalam program Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) beserta ibunya dan guru sekolah dalam kegiatan pemantaun jentik, pelaporan dan pemberantasan jentik, serta menganalisis efektivitas intervensi Sismantik ini pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Hasil penelitian tahap satu ini didapatkan dari hasil wawancara mendalam dan FGD pada Petugas Program, Kader G1R1J, kader Jumantik dan lintas sektor yang menghasilkan sembilan tema yaitu (1) Sumber daya manusia kader G1R1J (2) Pelatihan kader G1R1J, (3) Komitmen dalam perekrutan kader, (4) Peran kader Siswa Pemantau Jentik (sismantik), (5) Pendanaan untuk kegiatan G1R1J, (6) Ketersediaan alat dan sarana pendukung (7) Proses pendampingan kader (8) Aturan tentang reward dan sanksi dalam pencapaian target program, serta (9) Capaian target pemantauan jentik(CI).

Berdasarkan hasil kualitatif ini di lakukan penyusunan modul pelatihan untuk siswa pemantau jentik (Sismantik). Sementara itu, pengambilan data kuantitatif dengan kuisioner dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan serta observasi untuk melihat tingkat kepadatan jentik melalui pemeriksaan pada container index (CI).

Penelitian ini menguji pengaruh intervensi berupa program edukasi menggunakan Sismantik terhadap pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh jentik nyamuk. Data dikumpulkan dengan kuisioner dan observasi untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, tindakan, serta kepadatan jentik di lingkungan.

Hasilnya, pada kelompok yang mendapatkan intervensi, pengetahuan mereka meningkat secara signifikan dari 55,4% menjadi 91,7%. Peningkatan ini terbukti efektif dengan nilai statistik yang sangat signifikan (p < 0,001). Sikap responden juga meningkat dari 78,8% menjadi 85,8%, meskipun peningkatannya sedikit lebih kecil dibandingkan pengetahuan. Tindakan pencegahan yang dilakukan responden meningkat sangat pesat, dari 48,9% menjadi 83,7%, dengan peningkatan yang lebih besar dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan intervensi.

Penurunan kepadatan jentik, yang diukur melalui Container Index (CI), juga lebih baik pada kelompok yang menerima intervensi, dengan hasil yang signifikan mulai dari pengukuran kedua hingga keempat. Sebelum intervensi (bulan Agustus), tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol.

Secara keseluruhan, intervensi ini terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat, serta mengurangi kepadatan jentik di lingkungan mereka. Faktor pendidikan tinggi juga turut berpengaruh pada penurunan angka CI.

Berdasarkan temuan penelitian tersebut, Harisnal memberikan saran kepada Kementerian Kesehatan RI dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, bahwa pendekatan sismantik berbasis komunitas dalam pemantauan jentik DBD amatlah penting untuk dilakukan. G1R1J bisa diperkuat dengan memasukkan peran Sismantik di tingkat rumah tangga dengan melibatkan ibu dan anak sebagai Jumantik rumah dan perlu pelatihan berkelanjutan bagi Sismantik dan kader G1R1J untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi.

Selain itu, diperlukan pula komitmen berupa surat pernyataan kesediaan menjadi kader G1R1J dan pendampingan rutin oleh petugas kesehatan dari puskesmas serta tokoh masyarakat dan perlu kolaborasi lintas sektor, termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, serta pemerintah daerah. Kolaborasi ini juga harus lebih ditingkatkan untuk memastikan keberhasilan implementasi program G1R1J Plus Sismantik. Hal ini dilakukan untuk dapat menurunkan angka kepadatan vektor (CI) dan menurunkan kasus DBD. (prom)