Anemia pada ibu hamil sebagai masalah kesehatan masyarakat dan penyumbang angka kematian ibu di Indonesia menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Terlebih dengan jumlah populasi yang tinggi dan luas wilayah Indonesia yang terdiri dari ratusan kabupaten/ kota yang menimbulkan terjadinya disparitas wilayah. Keterbatasan geografis Indonesia membuat indikator pembangunan manusia terutama indikator kesehatan belum bisa terlaksana dengan baik di seluruh wilayah. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi anemia tidak turun tetapi cenderung meningkat.
Riskesdas 2018 melaporkan bahwa setiap ibu hamil yang melakukan Ante Natal Care (ANC) pada fasilitas kesehatan mendapatkan program Tablet Tambah Darah (TTD) (73,2%) dan mendapatkan program tambahan yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) (89,7%) jika terindikasi anemia. Program pemberlakuan kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan (K4) di Indonesia sudah mencapai angka 74,1%, namun orang yang terindikasi anemia justru naik menjadi 48,9%. Hal ini didukung oleh angka proporsi anemia pada ibu hamil di setiap setiap provinsi berbeda. Terjadi kesenjangan antara provinsi yang berada di bagian barat dan timur Indonesia dengan provinsi yang berada di pulau Jawa dan Bali (sentral) yang memberikan gambaran adanya ketimpangan antara kebijakan dan implementasi kebijakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Theresia Natalia Seimahuira melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengelompokkan kabupaten/ kota di Indonesia menurut determinan anemia pada ibu hamil dan melihat ketidakmerataannya serta melihat gambaran kebutuhan program di masing-masing daerah. Penelitian ini menjadi disertasi yang berjudul “Klastering Kabupaten/Kota di Indonesia Berdasarkan Determinan Anemia Ibu Hamil: Analisis Data Riskesdas 2018, Susenas 2018, dan Rifaskes 2019” yang dipertahankan dalam sidang terbuka promosi doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) pada Senin, 15 Januari 2024.
Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data Riskesdas 2018 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2018 serta Riset Kesehatan Nasional berbasis Fasilitas (Rifaskes) 2019. Sampel pada penelitian ini ialah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb) pada saat ANC. Data set yang dibuat pada tingkat individu berdasarkan faktor risiko anemia digunakan untuk menganalisis determinan anemia pada ibu hamil serta data set pada tingkat kabupaten/kota digunakan untuk analisis pengelompokkan (analisis klaster) dengan metode hirarkikal. Analisis selanjutnya untuk melihat ketidakmerataan yang terjadi di wilayah Indonesia menggunakan analisis HEAT (Health Equity Assesment Toolkit) Plus sederhana yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO).
Hasil penelitian Theresia menemukan bahwa ibu hamil di Indonesia belum semua melakukan ANC secara lengkap. Determinan anemia pada ibu hamil meliputi umur kehamilan (underlying factor), perilaku higienis, penanganan limbah dapur rumah tangga, air minum tidak layak pakai (underlying factor), riwayat ISPA dan riwayat penyakit Jantung (direct factor), tablet tambah darah (TTD) (underlying factor), serta jika digabungkan dengan data Rifaskes 2019 terdapat variabel tempat tinggal di daerah pedesaan (basic factor), angka anemia, dan jumlah tenaga kesehatan yang bertugas pada faskes (fasilitas kesehatan) daerah. Berdasarkan determinan tersebut, riwayat penyakit jantung menjadi determinan yang paling memiliki hubungan dan pengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.
Hasil pengelompokan kabupaten/ kota berdasarkan determinan anemia ibu hamil menghasilkan 3 klaster/ kelompok di kabupaten/ kota yang rata-rata memiliki kesamaan berupa tingkat hunian wanita hamil di daerah pedesaan cukup tinggi, penanganan limbah dapur rumah tangga yang belum dikelola secara baik, serta umur kehamilan ibu pada trimester 1 yang cukup berisiko. Pengelompokkan daerah ini tidak lepas dari isu ketidakmerataan, yaitu area of residence, sosial economic dan education yang menunjukkan tingkat ketidakmerataan cukup tinggi.
Prioritas program pada klaster 1, 2, dan 3 adalah bagaimana masyarakat pedesaan paham dan cukup untuk memahami program ANC yang dilakukan pada Puskesmas di daerah, melakukan program edukasi kesehatan lingkungan dan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), serta program ANC yang menyasar riwayat penyakit yang dimiliki oleh ibu hamil, terkhusus penyakit saluran pernapasan dan kardiovaskular.
Pengelompokkan kabupaten/ kota di Indonesia berdasarkan determinan anemia ibu hamil ini dapat menuntun pemerintah pusat dan daerah dalam memprioritaskan program penanggulangan anemia pada ibu hamil. Peningkatan program pencegahan anemia menjadi hal yang perlu dipertimbangkan, salah satunya dengan lebih memperhatikan dan mengkoordinasikan program wajib ANC terpadu untuk seluruh ibu hamil di Indonesia dengan menggerakkan RS daerah, puskesmas, bidan praktek mandiri, serta faskes yang berada di daerah.
Pada akhir sidang, ketua sidang menyampaikan keputusan bahwa Theresia Natalia Seimahuira yang lahir pada 1 Desember 1981 di Ambon, dinyatakan lulus dan berhasil memperoleh gelar doktor dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) sebagai lulusan S3 IKM tahun 2024 ke-12, lulusan S3 IKM ke-308, dan lulusan S3 di FKM UI ke-394.
Sidang dipimpin oleh Prof. Dr. Besral, S.K.M., M.Sc., sebagai Ketua Sidang, dengan Promotor Prof. Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc., serta Ko-Promotor dr. Agustin Kusamayati, M.Sc., Ph.D., dan Dr. Ir. Asih Setiarini, M.Sc. Tim penguji dalam sidang adalah Dr. dr. Helda, M.Kes.; Dr. dr. Teti Tejayanti, M.K.M.; Prof. Dr. Dede Anwar Musadad, S.K.M, M.Kes.; Dr. dr. Trihono, M.Sc.; dan drg. Christiana Rialine Titaley, MIPH., Ph.D. (ITM)