Sabtu, 18 Oktober 2025, Asosiasi Keluarga Gizi (AKG) Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) menggelar acara yang mempertemukan akademisi, praktisi, mahasiswa, hingga masyarakat umum dalam The 10th International Seminar on Nutrition (ISON). Acara tersebut diselenggarakan secara daring dengan tema “Unlocking The Power of Protein for a Healthier Future” untuk membahas peran sentral protein dalam kehidupan, mulai dari penanganan masalah gizi global hingga strategi diet populer.
 Seminar menghadirkan Dr. Satvinder Kaur Nachatar Singh, Associate Professor, Faculty of Applied Sciences, UCSI University, Malaysia sebagai narasumber pertama yang membahas konsep Chrononutrition, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara waktu makan dan ritme sirkadian (jam biologis) tubuh dalam tajuk “Protein Timing: Does It Really Matter for Active Lifestyle?”. Terdapat tiga hal yang diterangkan oleh Dr. Satvinder, yakni mengenai ritme sirkadian, protein timing untuk otot, serta strategi sederhana yang dapat diterapkan. Dijelaskan bahwasannya waktu dalam mengonsumsi protein sama pentingnya dengan jumlah yang dimakan. “Setiap organ, termasuk otot, memiliki jam biologis. Otot lebih efisien dalam menyerap asam amino dan membangun jaringan di pagi hari. Tentunya, mengonsumsi protein di pagi hari membantu mengoptimalkan Muscle Protein Synthesis (pembentukan otot) yang sangat penting bagi individu untuk aktif, terutama bagi lansia untuk mencegah sarkopenia (hilangnya massa otot),” tutur Dr. Satvinder.
Seminar menghadirkan Dr. Satvinder Kaur Nachatar Singh, Associate Professor, Faculty of Applied Sciences, UCSI University, Malaysia sebagai narasumber pertama yang membahas konsep Chrononutrition, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara waktu makan dan ritme sirkadian (jam biologis) tubuh dalam tajuk “Protein Timing: Does It Really Matter for Active Lifestyle?”. Terdapat tiga hal yang diterangkan oleh Dr. Satvinder, yakni mengenai ritme sirkadian, protein timing untuk otot, serta strategi sederhana yang dapat diterapkan. Dijelaskan bahwasannya waktu dalam mengonsumsi protein sama pentingnya dengan jumlah yang dimakan. “Setiap organ, termasuk otot, memiliki jam biologis. Otot lebih efisien dalam menyerap asam amino dan membangun jaringan di pagi hari. Tentunya, mengonsumsi protein di pagi hari membantu mengoptimalkan Muscle Protein Synthesis (pembentukan otot) yang sangat penting bagi individu untuk aktif, terutama bagi lansia untuk mencegah sarkopenia (hilangnya massa otot),” tutur Dr. Satvinder.
Dr. Satvinder juga memberikan strategi sederhana dengan cara menyebarkan asupan protein secara merata di setiap waktu makan, yakni pagi, siang, dan malam, serta mengonsumsi protein di sekitar waktu olahraga yang sangat dianjurkan.
 Pembicara kedua Kristen Marie Hurley, Ph.D., M.P.H., Associate Professor Program for Human Nutrition, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health mempresentasikan masalah gizi paling serius, yakni Protein-Energy Malnutrition (PEM) atau Kekurangan Energi Protein (KEP). PEM menjadi ancaman kesehatan pada anak-anak yang disebabkan oleh kekurangan protein dan kalori, serta sering disertai defisiensi mikronutrien. Kondisi tersebut muncul dalam berbagai bentuk, yakni stunting: gizi kurang kronis, wasting: gizi kurang akut, serta marasmus dan kwashiorkor sebagai bentuk malnutrisi akut berat (Severe Acute Malnutrition/SAM).
Pembicara kedua Kristen Marie Hurley, Ph.D., M.P.H., Associate Professor Program for Human Nutrition, Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health mempresentasikan masalah gizi paling serius, yakni Protein-Energy Malnutrition (PEM) atau Kekurangan Energi Protein (KEP). PEM menjadi ancaman kesehatan pada anak-anak yang disebabkan oleh kekurangan protein dan kalori, serta sering disertai defisiensi mikronutrien. Kondisi tersebut muncul dalam berbagai bentuk, yakni stunting: gizi kurang kronis, wasting: gizi kurang akut, serta marasmus dan kwashiorkor sebagai bentuk malnutrisi akut berat (Severe Acute Malnutrition/SAM).
“Malnutrisi parah masih menyumbang kematian signifikan, terutama dalam 1–2 hari pertama perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, meskipun kasus SAM membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit untuk mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dan infeksi, sebagian besar kasus dapat ditangani di tingkat komunitas melalui edukasi makanan pendamping yang tepat, vaksinasi, dan penggunaan makanan terapeutik siap pakai,” jelas Kristen Marie Hurley, Ph.D., M.P.H., menerangkan dampak signifikan dari kekurangan energi protein.
Esti Nurwanti, S.Gz. RD., M.P.H., Ph.D., selaku CEO PT Inovasi Gizi Nusantara and Member of The Transform Health Indonesia Coalition menjadi pembicara ketiga dengan membawa topik “Tailoring Protein Intaker: Does Keto and Other Protein-Based Diets Actually Change the Game?”.
Diet Ketogenik (Keto) menjadi diet yang populer belakangan ini. Diet keto mengedepankan pola makan yang tinggi lemak, protein cukup, namun dengan karbohidrat yang sangat rendah. Adapun diet tersebut bekerja dengan tiga mekanisme, yakni ketosis dengan pembatasan karbohidrat yang memaksa tubuh beralih membakar lemak dan keton sebagai bahan bakar utama, pengurangan kalori spontan dengan keton dan lemak tinggi menekan hormon lapar dan meningkatkan rasa kenyang secara alami, serta memperbaiki komposisi tubuh dengan mengurangi massa lemak sambil mempertahankan otot.
Kendati demikian, Esti Nurwanti, S.Gz. RD., M.P.H., Ph.D., memberikan peringatan penting dalam memberikan asupan protein di dalam Diet Keto yang dilakukan. “Dalam Keto, protein harus moderat, yakni sekitar 10-20% kalori. Akan tetapi, kelebihan protein pun bisa berdampak buruk karena dapat diubah kembali menjadi glukosa yang akan mengganggu status ketosis dan menggagalkan diet,” terangnya.
 Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Departemen Gizi FKM UI menjadi pembicara keempat dengan materi berjudul “Protein Update: Reconsidering Recent Findings” yang menekankan pada pergeseran fokus protein intake dari jumlah total harian menuju pada kualitas, kebutuhan harian, dan distribusinya dalam sekali makan. “Untuk memaksimalkan manfaat protein, perlu adanya distribusi protein per kali makan. Para ahli menyarankan agar protein yang kita makan dapat didistribusikan secara merata sekitar 0,24 hingga 0,40 g/kg setiap harinya. Perlu pengombinasian pada target harian yang lebih tinggi dengan memilih protein berkualitas seperti produk susu atau alternatif nabati yang dicocokkan dengan cermat, serta kepatuhan diet dan hasil klinis yang relevan dengan ditingkatkan secara signifikan,” tutur Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Ph.D.
Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Ph.D., Guru Besar Departemen Gizi FKM UI menjadi pembicara keempat dengan materi berjudul “Protein Update: Reconsidering Recent Findings” yang menekankan pada pergeseran fokus protein intake dari jumlah total harian menuju pada kualitas, kebutuhan harian, dan distribusinya dalam sekali makan. “Untuk memaksimalkan manfaat protein, perlu adanya distribusi protein per kali makan. Para ahli menyarankan agar protein yang kita makan dapat didistribusikan secara merata sekitar 0,24 hingga 0,40 g/kg setiap harinya. Perlu pengombinasian pada target harian yang lebih tinggi dengan memilih protein berkualitas seperti produk susu atau alternatif nabati yang dicocokkan dengan cermat, serta kepatuhan diet dan hasil klinis yang relevan dengan ditingkatkan secara signifikan,” tutur Prof. Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc., Ph.D.
 “Kami berharap acara ini menjadi wadah bagi para akademisi, dosen, mahasiswa, hingga peserta untuk bertukar ide dan pengalaman. Semoga diskusi hari ini memberikan inspirasi untuk menumbuhkan produktivitas dan meningkatkan kesehatan masyarakat terutama pada manfaat protein yang begitu esensial bagi tubuh kita,” tutur Dr. Laila Fitria, S.K.M., M.K.M., Manajer Pendidikan FKM UI dalam sambutan yang diberikan.
“Kami berharap acara ini menjadi wadah bagi para akademisi, dosen, mahasiswa, hingga peserta untuk bertukar ide dan pengalaman. Semoga diskusi hari ini memberikan inspirasi untuk menumbuhkan produktivitas dan meningkatkan kesehatan masyarakat terutama pada manfaat protein yang begitu esensial bagi tubuh kita,” tutur Dr. Laila Fitria, S.K.M., M.K.M., Manajer Pendidikan FKM UI dalam sambutan yang diberikan.
Sementara itu, Ketua Departemen Gizi FKM UI, dr. Fathimah Sulistyowati Sigit, M.Res., Ph.D., menyampaikan apresiasinya atas penyelenggarakan acara. “Diskusi ini diharapkan dapat memberikan inspirasi nyata untuk meningkatkan produktivitas dan kesehatan masyarakat secara luas,” tutur dr. Fathimah.
The 10th International Seminar on Nutrition menjadi salah satu rangkaian acara rutin tahunan Nutrition Expo UI. Tahun 2025 ini, bekerja sama dengan LPP IAKMI MIRACLE, seminar tersebut menegaskan bahwa protein merupakan inti dari kesehatan yang strateginya harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tentunya, pengetahuan gizi yang tepat menjadi kunci utama untuk kehidupan yang lebih sehat sehingga perlu upaya edukatif yang diberikan kepada masyarakat. (ITM)


