Webinar Seri 1 FKM UI: Dampak PSBB dengan Analisis Big Data dan Akankah Pandemi COVID Selesai Juni 2020?

Menanggapi penyebaran virus corona yang semakin mewabah, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) mengadakan Web Seminar (Webinar) seri 1 pada Rabu, 6 Mei 2020. Webinar yang diselenggarakan dalam dua sesi ini bertajuk ‘Dampak PSBB (Analisis Big Data)’ dan ‘Pandemi COVID-19 Selesai Juni 2020?’ dengan narasumber dr. Iwan Ariawan, MSPH yang merupakan tenaga pengajar dari Departemen Biostatistik dan Kependudukan FKM UI serta dr. Syahrizal Syarief, MPH, Ph.D., tenaga pengajar dari Departemen Epidemiologi FKM UI.

Acara Webinar dimulai dengan opening remarks dari  Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, M.Sc, Pj. Dekan FKM UI yang menyampaikan tentang upaya prevensi dan pengorganisasian masyarakat atas dasar darurat kesehatan masyarakat. Diharapkan Webinar ini bermanfaat tidak hanya untuk para ilmuwan namun bagi pemerintah sebagai usulan dalam menghadapi pandemi COVID-19.

Dampak PSBB dengan Analisis ‘Big Data’

Dimoderatori oleh Dr. Besral, SKM, M.Kes, Manajer Kerjasama, Ventura dan Hubungan Alumni FKM UI, sesi selanjutnya dimulai dengan pembicara pertama, dr. Iwan. Pada sesi kali ini, dokter Iwan menyampaikan mengenai dampak PSBB lewat analisa big data. Penelitian yang dilakukan oleh dokter Iwan dan tim menguraikan tentang gambaran epidemi dari model yang dikembangkan. Menurutnya, gambaran dari COVID-19 menunjukkan pengidap COVID-19 dibagi menjadi dua, yaitu orang dengan gejala dan tak bergejala.

Persentase orang yang memiliki gejala berada pada 14 persen berbanding 86 persen yang tak bergejala. Sampel pada model ini diambil dari data kasus yang ada di negara Cina dan Italia yang bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia.

Dokter Iwan menambahkan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia tak hanya bergantung pada pemerintah, namun juga pada masyarakat. Lebih lanjut, model yang dikembangkan bergantung pada tingkatan intervensi. Berdasarkan model yang disampaikan, Indonesia sudah berada pada tingkat intervensi moderat dengan kebijakan pembatasan sosial dan tes massal dengan cakupan rendah.

Kebijakan PSBB menunjukkan efek berkurangnya pergerakan penduduk yang bisa menekan jumlah pandemi COVID-19 agar tak  menyebar secara masif. Berdasarkan analisis big data yang dilakukan, sejak PSBB dlaksanakan pada 31 Maret hingga 20 April terjadi peningkatan kepatuhan dari penduduk Indonesia sebanyak 48 persen terhadap kebijakan PSBB. Namun pada analisis ini bisa mengalami bias jika melihat dari status sosio-ekonomi dari penduduk di Indonesia.

Perlu adanya peningkatan PSBB hingga ke seluruh wilayah Indonesia dalam waktu yang bersamaan agar dampaknya lebih besar. Peningkatan PSBB hingga 80 persen berdasarkan analisis dapat berdampak maksimal terhadap penekanan penyebaran Pandemi COVID-19.

Untuk menanggapi keputusan pemerintah mengenai pelonggaran PSBB, Dokter Iwan menambahkan perlu adanya persyaratan kapan PSBB dapat dilonggarkan. Perlu ada indikator praktis yang disepakati, dikembangkan dan berdasarkan data untuk mengukur tak hanya kapan PSBB harus dihentikan melainkan kapan PSBB harus diperketat.

Pandemi COVID-19 Selesai Juni 2020?

Sesi kedua disampaikan oleh Doktor Syahrizal mengenai pandemi COVID-19. Persebaran pandemi COVID-19 bisa dikatakan sebagai global pandemik dan merupakan ancaman yang nyata. Pandemi COVID-19 sudah dinyatakan sebagai Public Health Emergency oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO sehingga semua negara di dunia harus ikut bekerja sama dalam menangani pandemi ini.

Hingga saat ini, masih banyak hal yang tak diketahui mengenai pandemi COVID-19. Oleh karena penanganan terhadap pandemi COVID-19 harus terus menerus dilakukan. Pandemi COVID-19 muncul pada era yang berbeda dengan pandemi dunia yang pernah terjadi. Situasi dunia yang semakin bergantung pada teknologi akan berdampak positif dan negatif terhadap persebaran pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 mempunyai beberapa karakter. Yang pertama adalah ‘Speed and Scale’ yang artinya pandemi ini bisa menyebar dengan cepat pada wilayah yang luas. Selanjutnya adalah keganasan dari virus yang masih sangat perlu untuk dipelajari. Selain itu, yang terakhir dalam penanganan pandemi COVID-19, Indonesia dihadapkan pada disrupsi sosial dan ekonomi.

Pada dasarnya, pandemi COVID-19 dimulai dengan kasus imported cases, cluster cases, dan local transmission. Penanganannya pun sudah dilakukan dengan instrumen dan cara dengan tingkat keberhasilan berbeda sesuai dengan kasusnya.

Instrumen kesehatan masyarakat yang berperan untuk mengatasi pandemi COVID-19 dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sekunder. Cara primer dengan promosi kesehatan dan proteksi spesifik sementara cara sekunder dilakukan dengan deteksi dini, rapid test, uji laboratorium, manajemen kasus konfirmasi, penelusuran kontak hingga karantina mandiri. PSBB berada pada penanganan kasus local transmission. PSBB dilakukan dengan memisahkan orang sakit dan orang sehat.

Doktor Syahrizal menyampaikan strategi penanggulangan COVID-19 dengan tujuan mengurangi kematian dan menurunkan transmisi menjadi lebih rendah hingga tak ada kasus. Strategi ini diibaratkan dengan penanggulangan dari ‘Hulu ke Hilir’ dalam hal penanganan secara bersama. Pada sisi ‘Hulu’ penanganan COVID-19 dimulai dengan individu dan keluarga dengan pendampingan RT hingga ke tingkat Desa Siaga COVID-19. Selanjutnya, PSBB berperan sebagai social safety net di tengah Hulu dan Hilir. Yang ketiga, penanganan secara maksimal di ‘Hilir’ harus dilakukan terhadap ODP, PDP, dan kasus melalui instrumen yang ada.

Doktor Syahrizal pun menjelaskan mengenai respon Indonesia yang belum maksimal terhadap pandemi COVID-19. Menurut pemaparannya, berdasarkan penelitian yang ada, Indonesia terlambat 20 hari dalam merespon penyebaran pandemi COVID-19. Regulasi yang simpang siur, keterbatasan laboratorium diagnostik, keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan, tingkat akurasi data kasus konfirmasi dan kematian yang dibawah estimasi, pelaksanaan PSBB yang belum maksimal dalam bentuk PSBB berizin, dan kurangnya peran serta masyarakat menjadi penyebab dari hal tersebut.

Untuk harapan pandemi COVID-19 berakhir di bulan Juni, Dr. Syahrizal menyampaikan pemerintah dan masyarakat Indonesia agar lebih memaksimalkan penanganan terhadap pandemi ini. Diperlukan syarat untuk mengakhiri pandemi di bulan Juni, PSBB yang ketat dan penetapan sanksi bisa menjadi rekomendasi percepatan agar masyarakat bisa lebih patuh. PSBB berizin perlu diubah menjadi tanpa terkecuali.

Prediksi yang masuk akal jika penanganan terhadap pandemi COVID-19 dilakukan dengan maksimal, untuk pulau Jawa mungkin bergeser pada 1 hingga 2 bulan dan di luar pulau Jawa dalam waktu 3 sampai 4 bulan dari bulan Juni 2020. 

Webinar ini dihadiri oleh 100 peserta lewat video konferensi dari berbagai kalangan. Diharapkan seminar ini bisa memberikan gambaran dari kondisi pandemi COVID-19 melalui perspektif ahli kesehatan masyarakat kepada seluruh masyarakat. (MFH)