Webinar Seri 6 FKM UI: Pandemi COVID-19 Update dan New Behaviour Life serta Konsep Disaster Risk Reduction dalam Penanganan COVID-19

Rabu, 27 Mei 2020, FKM UI kembali mengadakan web seminar atau Webinar Series 6. Pada webinar kali ini FKM UI menghadirkan ahli di bidang kesehatan masyarakat sebagai narasumber yaitu Dr. Tri Yunis Miko Wahyono, M.Sc, dari Departemen Epidemiologi FKM UI dan Febi Dwirahmadi, PhD, dari School of Medicine, Griffith University yang juga merupakan Diaspora FKM UI. Tema yang dibawakan pada seminar kali ini adalah ‘Pandemi COVID-19 Update dan New Behaviour Life’ dan ‘Konsep Disaster Risk Reduction dalam Penanganan COVID-19’. Webinar kali ini dimoderatori oleh Dr. Milla Herdayati, SKM, M.Si, Manajer Umum FKM UI dan dibuka oleh Dr. dr. Sabarinah, M.Sc., Pj. Dekan FKM UI.

Doktor Sabarinah dalam opening remarks yang disampaikan mengungkapkan bahwa saat ini pandemi COVID-19 sudah berada dalam kondisi yang semakin menanjak. Penanganan terhadap pandemi COVID-19 tentu harus tetap berdasarkan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat yaitu pencegahan dan pengorganisasian masyarakat. Tentu, untuk mempersiapkan kondisi baru ‘new normal’ yang dicanangkan pemerintah, masyarakat perlu mengetahui beberapa hal yang akan disampaikan lewat webinar kali ini.

Perkembangan Pandemi COVID-19 dan ‘New Behaviour Life’

Perkembangan pandemi COVID-19 di Indonesia hingga 26 Mei 2020 sudah semakin banyak yang terkena kasus. Saat ini, jumlah terinfeksi virus corona berada pada angka 20 ribu lebih kasus. Untuk mencegah rantai penularan meluas, Indonesia sudah menerapkan aturan PSBB selama dua bulan terakhir. Hal tersebut menyebabkan beberapa sektor seperti kesehatan dan ekonomi di Indonesia menjadi terdampak. Untuk sektor ekonomi, selama kebijakan PSBB diterapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berubah menjadi 1 persen dari yang sebelumnya berada pada angka 5 persen.

Dampak kesehatan yang terjadi adalah penurunan kinerja program-program kesehatan, penurunan kunjungan layanan kesehatan primer dan rujukan, dan kematian yang didominasi paling tidak oleh pasien PDP COVID-19.

“Untuk menghadapi perkembangan COVID-19 seharusnya ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu dengan melakukan persiapan atau epidemic preparedness dan investigasi wabah atau epidemic investigation”, ungkap Doktor Miko.

Epidemic preparedness yang dilakukan seharusnya adalah dengan membuat tim wabah terlebih dahulu dengan penentuan prioritas yang jelas dan dengan membuat epidemic preparedness plan sedini mungkin serta dengan melakukan surveilans lewat laboratorium yang sudah disiapkan. Keseluruhan dari epidemic preparedness ini seharusnya dilakukan dengan cepat dimulai dari beberapa waktu sebelumnya. Realokasi dana dan pedoman dalam menghadapi pandemi misalnya, yang seharusnya sudah bisa dipersiapkan sejak Januari lalu bukan bulan Maret seperti yang terjadi di Indonesia.

Sementara itu, investigasi wabah atau epidemic investigation harus dilakukan beberapa poin. Dimulai dari deteksi dini yang dilakukan dengan kapasitas laboratorium yang mumpuni. Selanjutnya ada contact tracing dengan melihat persebaran kasus positif di awal dan yang tak kalah penting adalah upaya pelayanan kesehatan yang adekuat, apropriat, dan efektif yang dalam kasus ini masih banyak kekurangan. Partisipasi masyarakat lewat physical distancing serta upaya pencegahan lewat cuci tangan, penggunaan masker dan desinfeksi pun menjadi penting untuk dilakukan.

Di Indonesia, penanganan terhadap pandemi COVID-19 terlambat dilakukan dengan penerapan kebijakan PSBB saat angka kasus berada pada 5 ribu kasus. Hal tersebut yang mungkin menjadikan belum menunjukkan indikator keberhasilan meski sudah ada berdampak pada transmisi yang berkurang di beberapa wilayah. Ke depannya, akan lebih baik apabila kebijakan PSBB bisa diawasi dengan lebih baik lagi dan diukur tingkat keberhasilannya dalam menurunkan transmisi mengingat saat ini belum adanya vaksin yang bisa mengatasi pandemi COVID-19.

Mengenai kondisi ‘New Behaviour’ atau ‘New Normal’ yang mungkin akan terjadi nanti bisa dilakukan sesuai dengan 6 kriteria dari badan kesehatan dunia, WHO. Adapun kriteria tersebut ialah, trasmisi COVID-19 dan kasus baru sudah bisa dikendalikan dengan kapasitas sistem kesehatan yang mumpuni, sistem kesehatan yang sudah bisa melakukan deteksi, pengujian, isolasi, dan karantina dengan kapasitas yang baik, minimalisasi risiko outbreak, upaya pencegahan di tempat kerja yang sudah established, risiko imported case yang sudah bisa dikendalikan, serta keterlibatan masyarakat secara penuh dan mengerti mekanisme dan tujuan dari ‘new normal’.

Perilaku baru yang akan dilakukan kemungkinan akan terjadi hingga akhir 2021. Masyarakat perlu beradaptasi dengan kebiasaan menggunakan masker, jaga jarak, dan perilaku cuci tangan dengan sabun. Selain itu, pengecekan suhu tubuh, pembatasan kapasitas dengan reservasi di tempat umum, sekolah daring, dan penggunaan desinfektan mungkin jadi kebiasaan yang akan berlangsung lama hingga ditemukannya vaksin.

Pengurangan Risiko Bencana dalam Penanganan COVID-19

Pandemi COVID-19 di Indonesia dan dunia bisa dikategorikan sebagai bencana. Menurut badan bencana dunia, UNDRR, bencana adalah kejadian yang merusak fungsi sosial masyarakat dan diluar dari kapasitas masyarakat untuk menghadapi kejadian tersebut serta disebabkan oleh alam dan akibat dari kegiatan manusia. Oleh karena itu, penanganan pandemi COVID-19 langsung ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Pengurangan risiko bencana atau disaster risk reduction adalah konsep dan praktik pengurangan risiko bencana secara sistematis untuk menganalisa faktor kausal dari bencana tersebut. Pengurangan risiko pandemi COVID-19 dapat berarti mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi pandemi tersebut. Dengan melakukan pengurangan risiko bencana, ada beberapa peran yang bisa dilakukan. Pencegahan loss of lives, minimalisasi dampak terhadap manusia, hingga percepatan proses recovery.

“Pengurangan risiko bencana COVID-19 menjadi penting untuk dilakukan karena bisa meminimalisasi risiko dari COVID-19 sampai ditemukannya vaksin” ungkap Febi.

Berkaca pada keberhasilan Australia menghadapi pandemi COVID-19 sebagai bencana, Indonesia perlu melakukan beberapa hal dalam mengatasi pandemi COVID-19. Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah dengan peningkatan kepedulian terhadap health pandemics dilihat dari segi persiapan dan rencana kontingensi dan long term-solution yang berfokus pada sustainability yang berfokus pada seluruh aspek tidak hanya terhadap manusia.

Webinar kali ini diiikuti oleh 100 peserta yang hadir pada aplikasi video konferensi. Diharapkan para peserta dapat mengambil manfaat dan pelajaran dari webinar yang telah diadakan oleh FKM UI ini. (MFH)