Kukuhkan 3 Guru Besar, FKM UI Tambah Jumlah Guru Besar dalam Bidang K3 dan Administrasi Pembangunan Kesehatan

Sabtu, 20 November 2024, Universitas Indonesia (UI), dipimpin langsung oleh Rektor, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., mengukuhkan tiga guru besar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Ketiga Guru Besar yang dikukuhkan di Blai Sidang UI tersebut adalah Prof. Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar pada ranting ilmu/kepakaran Manajemen Risiko Keselamatan, Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar pada ranting ilmu/kepakaran Kesehatan Kerja, serta Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, S.K.M., M.D.M., yang dikukuhkan sebagai Guru Besar pada ranting ilmu/kepakaran Administrasi Pembangunan Kesehatan.

Prof. Dr. dr. Zulkifli Djunaidi, M.App.Sc., dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Manajemen Risiko K3 untuk Mengantisipasi Future Risk karena Perkembangan Teknologi dan Gap Generation,” membahas pentingnya manajemen risiko K3 untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Prof. Zulkifli menekankan perlunya pendekatan proaktif dalam identifikasi bahaya, evaluasi risiko, pengendalian, dan pemantauan secara berkelanjutan untuk mengelola risiko di tempat kerja.

Prof. Zulkifli juga mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi dan perubahan dunia kerja membawa tantangan baru dalam manajemen K3. Dalam era Revolusi Industri 4.0, yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologis, tantangan muncul dari kebutuhan untuk menyesuaikan regulasi K3 dengan teknologi baru seperti AI dan Big Data. Prof. Zulkifli menyarankan agar teknologi dikembangkan selaras dengan program K3, dengan tetap memprioritaskan keselamatan pekerja, serta pentingnya kolaborasi antara peneliti, praktisi, dan industri untuk memastikan transisi yang aman di tempat kerja.

Dalam penutup pidatonya, Prof. Zulkifli menyoroti pentingnya pelatihan manajemen K3 untuk meningkatkan kesadaran pekerja tentang bahaya di tempat kerja. Prof. Zulkifli menekankan bahwa manajemen risiko K3 merupakan strategi penting untuk menghadapi risiko masa depan yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, perubahan sosial, dan ekonomi global. Selain itu, Prof. Zulkifli juga mengajak kolaborasi antara pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja untuk menciptakan masa depan kerja yang aman dan sehat. Prof. Zulkifli memiliki rekam jejak panjang di bidang K3 dan aktif dalam berbagai penelitian, termasuk di sektor konstruksi dan migas.

Sementara itu, Prof. Dr. Robiana Modjo, S.K.M., M.Kes., menyampaikan pidato yang berjudul “Kesehatan Kerja sebagai Pilar Utama dalam Mendorong Pekerjaan Layak untuk Visi Indonesia Emas 2045”. Prof. Robiana menyampaikan bahwa lebih dari 2,7 juta pekerja meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit terkait pekerjaan, yang menunjukkan perlunya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang lebih efektif untuk melindungi pekerja dan meningkatkan produktivitas serta reputasi organisasi.

Prof. Robiana juga mengaitkan pentingnya kesehatan kerja dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang mencakup pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan tenaga kerja, serta mendukung pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Prof. Robiana menyoroti bahwa Indonesia, dengan bonus demografi yang dimulai pada 2024, dapat memanfaatkan kesehatan kerja untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, yakni menciptakan tenaga kerja yang sehat, produktif, dan siap bersaing di pasar global. Untuk itu, Prof. Robiana mendorong kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan pekerja untuk memastikan tercapainya tenaga kerja yang sehat dan tangguh.

Sebagai bagian dari rekomendasinya, Prof. Robiana mengusulkan peningkatan kualitas program kesehatan kerja melalui surveilans dan evaluasi, penyesuaian kebijakan agar lebih relevan dengan kebutuhan saat ini, serta pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi program kesehatan kerja. Prof. Robiana juga menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap keselamatan dan kesehatan kerja di seluruh sektor. “Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi untuk meningkatkan derajat kesehatan kerja dan mencapai tujuan nasional yang lebih baik,” tutur Prof. Robiana.

Lebih lanjut, Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, S.K.M., M.D.M., menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Tantangan Pembangunan Kesehatan dalam Menyongsong Bonus Demografi dan Indonesia Emas”. Prof. Ede menyoroti pencapaian Indonesia dalam sektor kesehatan, seperti peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) dan penurunan angka kematian bayi. Namun, Prof. Ede juga mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi kesenjangan yang signifikan dibandingkan dengan negara-negara maju, terutama dalam hal angka harapan hidup dan kematian bayi.

Prof. Ede menjelaskan bahwa Indonesia kini memasuki periode bonus demografi, yang memberikan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi, namun juga membawa tantangan dalam sektor kesehatan dan tata kelola. “Dua tantangan utama yang dihadapi adalah transisi epidemiologi, perilaku hidup tidak sehat, kesenjangan akses layanan kesehatan, serta masalah dalam perencanaan dan pengawasan sistem kesehatan nasional”, tutur Prof. Ede. Untuk itu, Prof. Ede menyarankan pentingnya transformasi sistem kesehatan dengan pendekatan yang lebih berbasis data dan bukti ilmiah, serta integrasi yang lebih baik antara sektor pemerintahan, swasta, dan masyarakat.

Sebagai bagian dari rekomendasi, Prof. Ede menekankan pentingnya reposisi pembangunan kesehatan sebagai dasar pembangunan manusia yang sehat dan produktif, serta transformasi sistem kesehatan yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Prof. Ede juga mengusulkan definisi baru tentang kesehatan masyarakat, yang tidak hanya berfokus pada pelayanan individu, tetapi sebagai tanggung jawab kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara sepanjang siklus hidup mereka. “Melalui pendekatan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi untuk mencapai Indonesia Emas 2045, dengan masyarakat yang sehat, produktif, dan berdaya saing tinggi,” pungkas Prof. Ede.

Ketiga Guru Besar Tetap FKM UI ini secara berurutan menjadi Guru Besar ke-36, 37, dan 38 yang dikukuhkan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2024. (wrk)